REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Bilqis tampak riang. Dengan kaus kuning cerah, bocah empat tahun itu sibuk mewarnai gambar-gambar lucu bersama tim psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas DP3A Makassar.
Kadang ia tertawa kecil, kadang berlari memeluk ayahnya, Dwi Nurmas. Sesi trauma healing itu berlangsung hampir dua jam di rumah kecil keluarga Bilqis di kawasan Rappocini, Makassar.
“Kami datang untuk penanganan trauma healing. Jadi, lebih kepada pendekatan anak agar jangan sampai ada trauma,” ujar Kepala Dinas DP3A Makassar, Ita Isdiana Anwar, Rabu (12/11/2025).
Psikolog pendamping, Mursidah Yusuf, menyebut kondisi Bilqis kini membaik, walau belum bisa banyak bercerita. “Ia ceria, tapi perilakunya agak lebih agresif,” ujarnya.
Ibunda Bilqis, Fitriani Syafril, mengaku anaknya memang periang dan mudah beradaptasi. “Kami bersyukur Bilqis selamat dan kembali. Terima kasih kepada semua pihak, terutama kepolisian,” ucapnya.
Kisah Bilqis bermula pada 2 Oktober 2025. Saat itu, sang ayah sedang bermain tenis di Lapangan Taman Pakui. Bilqis bermain di pinggir lapangan, didekati dua orang anak, lalu mereka menghilang.
“Saya sempat cari keliling taman, panggil-panggil namanya, tapi tidak ada jawaban,” kata Dwi Nurmas mengenang.
Fitriani yang mendapat kabar segera datang. “Saya syok. Keluarga langsung memviralkan kabar anak hilang,” katanya. Laporan pun masuk ke Polsek Panakkukang dan Polrestabes Makassar.
Tak lama, rekaman CCTV memperlihatkan seorang perempuan membawa tiga anak kecil keluar dari taman. Salah satunya mengenakan baju biru dan topi putih. Dia Bilqis yang dicari.
Fitriani, yang sehari-hari mengurusi rumah tangga semakin panik, sedangkan Dwi, bekerja sebagai karyawan travel swasta, berusaha tegar dan menyakini anaknya masih hidup .
Ketika pelakunya ditangkap, pihak keluarga berikhtiar memaafkan asalkan anaknya dikembalikan. "Kami maafkan, tapi urusan hukum itu nanti polisi memutuskan," paparnya.