Rabu 03 May 2023 15:18 WIB

Abdul Rozak Pilih Mundur Jadi Dosen Swasta Karena Digaji Rp 300 Ribu Satu Bulan

Abdul Rozak sempat berekspektasi gajinya sekitar Rp 1 hingga 1,5 juta.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus raharjo
Ilustrasi dosen sedang mengajar. Hanya ada sembilan persen dosen di Indonesia yang menerima gaji lebih dari lima juta rupiah per bulannya.
Foto: www.freepik.com
Ilustrasi dosen sedang mengajar. Hanya ada sembilan persen dosen di Indonesia yang menerima gaji lebih dari lima juta rupiah per bulannya.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Abdul Rozak (45 tahun) memilih mengundurkan diri sebagai dosen luar biasa di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya Timur, lantaran gaji yang dianggapnya jauh dari kata layak. Dalam satu pekan, Abdul Rozak diberi beban empat kali mengajar di dua kelas yang berbeda.

Namun, gaji yang ia dapatkan hanya Rp 300 ribu untuk satu bulan. "Waktu disuruh ngambil gaji, saya itu kaget. Ekspektasi saya itu ya sekitar Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. Tapi kenyataannya cuma Rp 300 ribu satu bulan. Untuk biaya Zoom saja kurang," kata Rizak kepada Republika.co.id, Rabu (3/5/2023).

Baca Juga

Pria kelahiran Sidoarjo, Jawa Timur itu menjelaskan, pada awalnya ia ditawari salah satu dosen di universitas tersebut untuk mengajar sebagai dosen luar biasa. Bukan tanpa alasan, Rozak yang sudah lama bekerja sebagai jurnalis di salah satu televisi nasional tersebut, dirasa layak mengajar mata kuliah Produksi Audio Visual dan Jurnalisme Pertelevisian pada Fakultas Ilmu Komunikasi.

Rozak pun menyanggupi tawaran tersebut, meskipun belum mengetahui gaji yang akan ia dapatkan dari pekerjaannya sebagai dosen. Lamaran dan persyaratan administratif pun ia penuhi, sampai akhirnya dinyatakan lengkap dan diterima.

Setelah diterima, ia pun menandatangani kontrak seperti pada umumnya. "Ada sekitar lima orang dosen baru yang barengan saya. Gak tahu yang lima orang tetap bertahan atau enggak. Tapi (soal gaji) mereka juga diperlakukan sama," ujarnya.

Pada bulan pertama mengajar dan mendapatkan gaji yang dibayarkan secara tunai, Rozak masih berprasangka baik. Ia berpikir, besaran gaji yang di luar ekspektasi tersebut kemungkinan karena dirinya masih berstatus sebagai dosen baru. Namun, kata dia, pada bulan kedua, besaran gaji yang diterima masih sama.

Sejak saat itu, Rozak memutuskan untuk mengambil gajinya di akhir tahun ajaran. Bahkan di tahun keduanya mengajar, Rozak memutuskan untuk tidak mengambil gajinya sama sekali. "Satu tahun masih diambil. Jadi sisanya itu dirapel di akhir tahun ajaran. Yang tahun kedua gak saya ambil sama sekali," kata Rozak.

Rozak melanjutkan, selain gaji bulanan, sebenarnya ada tambahan yang diperolehnya. Namun nilainya juga tidak signifikan. Ia menjelaskan, untuk Ujian Tengah Smester (UTS) tambahan yang diperolehnya hanya Rp 170 ribu. Kemudian saat Ujian Akhir Smester (UAS) tambahan yang diperoleh hanya Rp 270 ribu.

"Akhirnya satu tahun berjalan itu masih aktif. Di tahun kedua gak terlalu produktif. Artinya kalau bisa ngajar saya ngajar, kalau gak bisa ya gak maksakan. Sampai akhirnya mengundurkan diri," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement