Kamis 27 Apr 2023 16:20 WIB

Nasib AKBP Achiruddin Kini: Dicopot dari Jabatan, Dipatsuskan, Rekening Diblokir PPATK

PPATK menyebut ada puluhan miliar rupiah dari dua rekening Achiruddin yang diblokir.

Konferensi pers kasus penganiayaan anak AKBP Achiruddin terhadap mahasiswa di Polda Sumut, Selasa (25/4/2024)
Foto:

Ahli hukum pidana, Boris Tampubolon menilai, sanksi etik berupa pencopotan jabatan terhadap AKBP Achiruddin Hasibuan tak cukup. Eks kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumatra Utara (Sumut) itu, menurutnya, juga harus dipidana terkait pembiaran atas perbuatan anak kandungnya, Aditya Hasibuan, yang melakukan penganiayaan berat terhadap Ken Admiral. 

“Polisi harus pula mengusut keterlibatan pidana terhadap AKBP AH (Achiruddin Hasibuan),” kata Boris dalam siaran pers yang diterima Republika, di Jakarta, Kamis (27/4/2023).

Menurut Boris, beberapa perbuatan yang dilakukan AKBP Achruddin dalam peristiwa penganiayaan anaknya terhadap korban adalah bentuk kesengajaan. Yaitu, turut serta dan terlibat dalam membantu Aditya Hasibuan menganiaya korban Ken Admiral. 

Meskipun, kata Boris, keterlibatan AKBP Achiruddin dalam kontak fisik putranya itu dilakukan tak langsung. “Dalam teori hukum pidana, orang yang turut serta, tidak hanya orang yang melakukan penganiayaan. Tetapi, bisa juga orang yang menyuruh melakukan, atau orang yang membantu agar tindak pidana penganiayaan bisa dilakukan atau terlaksana,” kata Boris. 

Menurut Boris, dari pernyataan kepolisian, ada beberapa perbuatan dan keterlibatan AKBP Achiruddin yang terungkap dalam peristiwa penganiayaan anaknya terhadap Ken Admiral. Seperti menyuruh lakukan dan perintah mengambil senjata laras panjang.

“Kemudian adanya dugaan yang dilakukan AKBP AH saat peristiwa penganiayaan melakukan pelarangan terhadap orang yang akan melakukan peleraian terhadap orang-orang yang melakukan penganiyaan,” ujar Boris. 

Hal tersebut, kata Boris, masuk dalam kualifikasi jeratan dalam Pasal 56 KUH Pidana. Dalam aturan itu, disebutkan, adanya konsekuensi pidana terhadap para pembantu suatu tindak kejahatan.

“Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. Dan mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan,” kata Boris. 

Boris mengatakan, perbuatan AKBP Achiruddin tersebut dapat menjadi alasan bagi kepolisian untuk menjeratnya sebagai tersangka. “Bila semua hal tersebut terbukti, polisi seharusnya juga menetapkan AKBP AH sebagai tersangka karena turut serta melakukan penganiayaan terhadap korban,” ujar Boris.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pun mengatakan, ancaman sanksi untuk AKBP Achiruddin bisa lebih berat dengan menerapkan Pasal 304 KUHP. Yaitu, mengancamkan pidana terhadap seseorang yang sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, khususnya keadaan maut atau sakit.

"Karena saat itu ia melihat dan membiarkan penganiayaan tersebut, padahal dia aparat," kata Sugeng.

Sugeng juga menyoroti gaya hidup AKBP Achiruddin yang dilaporkan memiliki sepeda motor mewah Harley Davidson. Padahal, Presiden Jokowi sudah memerintahkan para pejabat tidak menampilkan hidup hedon.

"Harus diusut itu LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) yang bersangkutan," ujarnya.

Adapun, pengamat hukum dari Pusat Studi Kejahatan Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII), Ari Wibowo, menyoroti viralnya harta kekayaan AKBP Achiruddin Hasibuan di dunia maya. Achiruddin pernah memamerkan motor gede jenis Harley Davidson. Tetapi, kendaraan mewah itu ternyata tak dicantumkan dalam LHKPN.

Achiruddin pun diketahui sempat tak menyetorkan LHKPN selama 10 tahun. Ari memandang tindakan Achiruddin direstui lemahnya regulasi soal LHKPN. Ia menyinggung sulitnya menjerat aparatur sipil negara (ASN) termasuk anggota Polri yang bandel dalam melaporkan LHKPN.

"Memang aturannya sangat longgar. Tidak ada ancaman sanksi pidana bagi pejabat atau ASN yang tak laporkan LHKPN atau laporkan, tapi tidak benar," kata Ari kepada Republika, Kamis (27/4/2023).

Ari mengungkapkan, LHKPN dapat punya taring yang lebih tajam kalau ada sanksi kuat bagi pelanggarnya. Selama ini LHKPN dianggap remeh karena para pelanggar atau yang tidak benar melaporkan ujungnya diganjar sanksi administratif.

Secara undang-undang memang tidak ada hukuman pidana jika ASN hingga pejabat negara tidak melaporkan harta kekayaannya di dalam e-LHKPN. Padahal LHKPN merupakan salah satu upaya mencegah korupsi di Tanah Air.

"Selama ini hanya sanksi administratif dari atasan," ujar Ari.

Dari penelusuran situs e-LHKPN, Achiruddin terakhir melaporkan kekayaannya ke KPK pada 2021. Saat itu dia menjabat sebagai kanit 1 subdit 1 Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.

Dalam LHKPN yang Achiruddin laporkan pada 24 Maret 2021, dia tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp467.548.644. Menurut laporan itu, dia hanya mempunyai dua aset, yakni tanah seluas 556 meter persegi di Kota Medan senilai Rp46.330.000. Kemudian, Achiruddin juga punya mobil Toyota Fortuner senilai Rp370 juta. Selain itu, Achiruddin memiliki kas dan setara kas senilai Rp51.218.644. Dia tercatat tak mempunyai utang.

Di samping itu, Achiruddin sebelumnya telah melaporkan kekayaannya pada 2011 atau sempat tak melapor selama 10 tahun. Berdasarkan situs e-LHKPN, saat itu dia masih menjabat sebagai kepala Satuan Narkoba Polres Binjai.

Namun, jumlah kekayaannya pada 2011 sama persis dengan yang dilaporkannya saat 2021, yaitu Rp467.548.644. Meski demikian, perincian LHKPN 2011 itu tak dapat diakses karena situs KPK menyebut data tidak bisa ditemukan.

Ari merasa harta kekayaan Achiruddin masih terbilang wajar. Sehingga, menurutnya, KPK belum perlu turun tangan mendalami kekayaan Achiruddin.

"KPK belum perlu turun tangan karena masih wajar dengan jumlah harta segitu termasuk yang belum dilaporkan di LHKPN," ujar Ari.

 

photo
Pasal Sangkaan untuk Mario Dandy Berubah - (Infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement