REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) membantah kabar yang menyebutkan penggunaan bom dalam operasi militer pembebasan pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthen yang disandera kelompok separatisme bersenjata di Nduga, Papua Pegunungan. Kapendam-17 Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman menegaskan tudingan penggunaan bom tersebut merupakan penyebaran informasi dari pihak separatisme untuk memberikan dampak penilaian negatif terhadap militer Indonesia.
“Dalam hal pemberitaan yang menyebutkan TNI melakukan pengeboman di wilayah Nduga, adalah hoaks atau kebohongan yang sengaja disebarkan Kelompok Separatisme Terorisme (KST) Papua,” kata Kolonel Herman kepada Republika.co.id, Kamis (27/4/2023).
Kolonel Herman mengatakan, misi militer dalam penyelamatan, tak mungkin menggunakan peralatan tempur seperti bom yang membahayakan. Termasuk dalam misi penyelamatan pilot Susi Air yang menjadi objek pencarian saat ini.
“Pasukan gabungan TNI maupun Polri tidak mungkin melakukan pengeboman karena keselamatan dari Pilor Susi Air Kapten Philips Marks Marthen adalah yang utama,” begitu kata Kolonel Herman.
Penggunaan bom kata Kolonel Herman juga tak mungkin dilakukan karena di wilayah operasi militer juga masih terdapat masyarakat sipil yang menjadi tameng bagi kelompok separatisme. “Dan penggunaan bom itu tidak mungkin karena sangat membahayakan masyarakat. TNI sangat profesional dan terukur dalam mengambil tindakan,” tegas Kolonel Herman.
Menurut Herman tudingan TNI menggunakan bom di Nduga merupakan propaganda yang sengaja disebarkan kelompok separatisme untuk mendulang dukungan. Ia menduga, propaganda itu untuk memunculkan reaksi negatif terhadap TNI maupun Polri.
Kata dia, propaganda tersebut memposisikan kelompok separatisme adalah sebagai pihak korban. Padahal dikatakan Kolonel Herman, selama ini pihak separatisme yang menjadi dalang utama penggunaan kekerasan, maupun pembunuhan terhadap para prajurit dan masyarakat biasa.
Kolonel Herman mengaku, selama misi pencarian, dan penyelamatan Kapten Philips oleh TNI maupun Polri, kelompok separatisme, pun kerap menggunakan masyarakat biasa. Bahkan anak-anak diduga juga dilibatkan dalam menyerang posko-posko militer.
“Gerombolan KST saat ini sedang memainkan propaganda bahwa mereka sebagai korban, playing victim. Padahal kenyataannya KST yang melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap masyarakat. Membunuh tukang-tukang ojek, tenaga kesehatan, pekerja bangunan, bahkan menyerang aparat keamanan dengan menggunakan anak-anak sebagai tameng ketika TNI bertugas dalam misi pencarian dan penyelamatan Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthen,” kata Kolonel Herman.
Karena itu Kolonel Herman mengatakan, agar masyarakat dan media tak perlu percaya sebaran informasi dan propaganda yang disampaikan KSTP. Kolonel Herman juga menegaskan, agar kelompok separatisme bersenjata di Nduga menghentikan aksi-aksi pembunuhan dan melepaskan Kapten Philips.
“TNI mengingatkan KST segera melepaskan Kapten Philips Mark Marthens sehingga tidak lagi perlu ada operasi di Nduga, dan agar masyarakat bisa kembali aman dan beraktivitas seperti sediakala,” ujar Kolonel Herman.
Pada Rabu (26/4/2023) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali menyebarkan video tentang kondisi Kapten Philips. Dalam video berdurasi sekitar satu setengah menit itu tampak Kapten Philips duduk bertiga diapit dua anggota separatisme bersenjata.
Kapten Philips mengenakan oblong hitam bergambar dengan kondisi tangan seperti tampak terikat. Dalam video berkualitas tak bagus itu, Kapten Philips mengabarkan tentang kondisinya saat ini yang masih dalam penyanderaan di Nduga.
“Sekarang hampir tiga bulan dari waktu OPM tangkap saya di Paro. Saya masih hidup, masih sehat. Makan yang baik, minum yang baik. Saya tinggal bersama orang-orang di sini, duduk bersama, jalan bersama, istirahat bersama, tidak ada masalah dengan saya,” kata Kapten Philips dalam video yang direkam bertanggal 24 April 2023 itu.
Dalam penyampaian itu, Kapten Philips menggunakan dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Dalam penyampaian selanjutnya, kapten berkebangsaan Selandia Baru itu, mengungkapkan tentang operasi militer yang saat ini masih terus dilakukan pasukan TNI dalam upaya membebaskannya dari KSTP.
“Indonesia lepas bom di daerah sini (Nduga),” kata Kapten Philips dalam video tersebut. Kata dia agar TNI, tak perlu menggunakan bahan peledak untuk misi membebaskannya. Karena penggunaan bom hanya akan membahayakan dirinya. “Jadi tidak usah lepas bom. Itu bahaya untuk saya dan orang-orang di sini,” kata Kapten Philips.
Beredarnya video rekaman Kapten Philips tersebut, pun ditanggapi oleh Mabes TNI di Jakarta. Kapuspen TNI Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono saat dihubungi Rabu (26/4/2023) menyampaikan pihaknya sudah melihat dan mendengar video Kapten Philips tersebut. Dari beredarnya video tersebut, kata Laksda Julius menunjukkan satu hal penting. Yakni tentang keberadaan Kapten Philips yang masih bernyawa namun dalam penguasaan kelompok separatisme bersenjata.
“Itu (video) menunjukkan bahwa keberadaan Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthen masih dalam kondisi hidup,” ujar dia.
Akan tetapi tentang isi video Kapten Philips tersebut, kata Laksda Julius ada penyampaian informasi yang tak benar. Terutama kata dia terkait dengan penggunaan bom di Nduga. “Tidak mungkin itu (penggunaan bom) kita (TNI) lakukan. Itu akan sangat berbahaya. Berbahaya bagi dirinya (Kapten Philips) sebagai sandera yang saat ini masih kita cari untuk dapat kita selamatkan. Dan juga sangat berbahaya bagi penduduk, masyarakat, lingkungan. Jadi itu (penggunaan bom) tidak benar sama sekali,” ujar Laksda Julius.