REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) yang akan bertarung pada Pemilu 2024 harus didampingi perwakilan Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan maksimal sehingga menang dalam kontestasi tersebut.
Sejumlah tokoh sudah digadang menjadi calon presiden. Mereka adalah Gubernur Jawa Tengah (jateng) Ganjar Pranowo, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, dan Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan mayoritas capres datang dari kalangan nasionalis seperti halnya Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Agar bisa menang di Pilpres 2024 mendatang para capres ini membutuhkan tandem yang merepresentasikan atau memiliki kredensial dari kalangan Islam tradisional ataupun moderen.
Mengingat mayoritas penduduk di Indonesia menganut agama Islam. Dalam hal ini Burhanuddin mengatakan terdapat sosok Menteri BUMN yang juga Anggota Kehormatan Banser Nahdlatul Ulama (NU), Erick Thohir.
“Yang memiliki kredensial dengan Islam Tardisional atau NU, ada Erick Thohir yang sudah lama menjadi Anggota Kehormatan Banser,” terang Burhanuddin, Senin (24/04).
Tak hanya itu, Erick Thohir juga merupakan kader NU yang sukses dalam mengemban amanah menyukseskan acara Harlah ke-100 NU. Dalam acara ini pemimpin andalan dan kepercayaan Presiden Jokowi tersebut mengemban amanah sebagai Ketua Steering Committee (SC) Panitia Harlah ke-100 NU.
Sebagai Ketua SC Panitia Harlah ke-100 NU, Erick Thohir bertugas memberikan masukan kepada para panitia penyelenggara agar acara tersebut sukses dan meriah. Oleh karenanya nama Erick Thohir sangat dikenal di tengah kepengurusan PBNU dan warga NU atau Nahdliyin.
Hal ini juga membuat sosok Eks Presiden Inter Milan ini menjadi potensial dalam bursa cawapres mengingat elektabilitasnya yang berada di jajaran teratas. Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) terbaru Erick Thohir memiliki elektabilitas sebesar 11,8 persen dan bersaing dengan Ridwan Kamil serta Sandiaga Uno.
Burhanuddin mengatakan pun terdapat kader NU lainnya seperti Khofifah Indar Parawansa, Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD namun belum memiliki elektabilitas yang patut diperhitungkan.
“Jadi seasosiasi positif apapun kandidat di organisasi atau institusi Islam kalau tidak bisa diturunkan dalam bentuk elektabilitas yang bisa mendongkrak daya tarik elektoral pasangannya ya tidak ada gunanya,” pungkasnya.