REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyoroti pemberhentian dokter spesialis bedah syaraf RSUP Kariadi, Prof Zainal Muttaqin. Apalagi, pemberhentian guru besar spesialis saraf yang jumlahnya sedikit di Indonesia tersebut aktivitasnya yang kerap mengkritik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Ketua PB IDI, Adib Khumaidi menegaskan, sangat menyesalkan pemberhentianguru besar Fakultas Kesehatan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang tersebut. "Sesuai dengan hak warga negara yang dilindungi dalam UUD 1945 yaitu kebebasan berpendapat, mengeluarkan pikiran sebagai akademisi dan intelektual, seharusnya tidak disikapi dengan cara-cara yang sangat disayangkan," kata Adib di Jakarta, Ahad (23/4/2023).
Sebagai salah satu dokter bedah saraf dengan kekhususan yang langka di bidang keilmuan epilepsi, menurut Adib, keahlian dari Prof Zainal Muttaqin sangat dibutuhkan masyarakat. Dia menilai, Prof Zainal merupakan pengajar aktif yang sangat berperan menghasilkan dokter spesialis bedah saraf. "Padahal jumlahnya masih sangat sedikit di Indonesia," ujr Adib.
Dalam keterangannya beberapa wakti lalu, Zainal Muttaqin sempat menyinggung ketidakadilan pemberhentian yang dialaminya. Dia mengaku turut membantu dan mengembangkan layanan bedah syaraf di RSUP Kariadi Semarang. "Sekaligus mendidik PPDS bedah dan neuro sejak 1995 dan bedah syaraf sejak 2013," kata Zainal.
Dia mengungkapkan, kariernya di RSUP Kariadi jauh lebih lama dari siapa pun, bahkan pejabat tertentu. Zainal mengaku, diberhentikan bukan terkait etik, melainkan kritikan keras terkait pembahasan RUU Kesehatan yang terus digaungkannya.
"Ada sikap dan pendapat tentang kebenaran yang menurut saya harus ditegakkan dan di narasikan. Hal ini saya lakukan bukan hanya kali ini terkait RUU Omnibus Law ini, tapi jauh sebelum ini, termasuk ketika pandemi menghadapi Menkes yang 'stubborn'," jelas Zainal.
Dalam berbagai krititknya, Zainal mengaku, kecewa ada penyerahan kekuasaan absolut kepada Kemenkes yang memiliki sejarah kelam menyoal KKN dan penyalahgunaan wewenang. Menurut dia, perilaku sewenang-wenang dalam menyusun RUU Kesehatan tidak terjadi kali ini saja.
Dalam surat edaran Kemenkes bernomor HK.01.01/D/4902/2023 perihal RUU Kesehatan tertanggal 11 April 2023, ada beberapa instruksi terhadap pimpinan pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan. Pemerintah meminta kepada semua ASN Kemenkes untuk mendukung sosialisasi positif RUU Kesehatan.
"Pimpinan satuan kerja/unit pelaksana teknis wajib mengawasi seluruh ASN BLU di lingkungan kerjanya dan mendukung sikap Kemenkes," demikian surat yang ditandatangani oleh Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Azhar Jaya.