Selasa 18 Apr 2023 10:43 WIB

Kemenkumham Minta Langkah Hukum Gubernur Lampung Dipertimbangkan Lagi

Dirjen HAM Kemenkumham meminta langkah hukum Gubernur Lampung dipertimbangkan lagi.

Rep: Ronggo Astungkoro, Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Kuasa hukum Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Gindha Ansori Wayka. Dirjen HAM Kemenkumham meminta langkah hukum Gubernur Lampung dipertimbangkan lagi.
Foto: Istimewa
Kuasa hukum Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Gindha Ansori Wayka. Dirjen HAM Kemenkumham meminta langkah hukum Gubernur Lampung dipertimbangkan lagi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kemenkumham, Dhahana Putra, menyayangkan langkah Gubernur Lampung, Arina Djunaidi, yang memilih jalur hukum dalam merespons sikap Bima Yudho Saputro di media sosial. Meski terkesan eksplosif, menurut Dhahana, konten yang disebarkan Bimo terkait kondisi infrastruktur di Lampung masih dapat dikategorikan sebagai bentuk kritik.

"Kritik adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang tidak hanya merupakan bagian penting di dalam sebuah pemerintah yang demokratis, tetapi juga elemen kunci di dalam Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh konstitusi kita," kata Dhahana lewat keterangannya, Selasa (18/4/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan, merujuk kepada Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia, kebebasan berpendapat dan berekspresi dibubuhkan di dalam Pasal 28E ayat (3). Ada pun bunyi ayat tersebut, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Lebih lanjut, Dhahana mengutarakan, pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvenan hak sipil dan politik atau International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Di dalam ICCPR, negara pihak didorong untuk menjamin kebebasan berpendapat.

Kebebasan berpendapat disebutkan di dalam Pasal 19 ayat (1) dan pasal 19 ayat (2). Pasal 19 ayat (1) berbunyi sebagaimana berikut, setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan/intervensi.

Ada pun Pasal 19 ayat (2) berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan untuk berekspresi. Hak itu termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan baik secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni, maupun melalui media lain sesuai dengan pilihannya.

“Mengingat pentingnya kebebasan berpendapat dan berekspresi di dalam peraturan perundang-undangan kita, kami harap Pak Gubernur Lampung dapat mempertimbangkan kembali langkah hukum yang telah diambil dalam menyikapi Mas Bima,” ujar Dhahana.

Terlebih, dia menilai, isu mengenai langkah hukum gubernur Lampung itu, telah menyita besar perhatian publik. Bagi dia, mengedepankan dialog dengan publik dalam menjelaskan tantangan ataupun kendala kala mengimplementasikan program-program pemerintah merupakan langkah, yang lebih positif dan konstruktif dan sejalan dengan semangat HAM.

“Kebebasan berekspresi adalah syarat yang diperlukan untuk mewujudkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas yang mana hal ini sangat penting dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia,” kata dia menjelaskan.

Sebelumnya, advokat Gindha Ansori Wayka namanya mendadak mendapat sorotan. Dia adalah Ketua Koordinator Presidium Komite Pemantauan Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD), sekaligus kuasa hukum Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. Gindha adalah orang yang melaporkan tiktoker Bima Yudho Saputro ke Polda Lampung.

Dia menuding konten Bima berisi hoaks. Menurut Gindha, problematika pembangunan di Provinsi Lampung yang disorot Bima sebenarnya terjadi di daerah lain juga. Dia menilai, Bima harus melihat daerah lain yang memiliki masalah seperti yang pelajar asal Lampung sedang menempuh pendidikan di Australia itu presentasikan di akunnya, yang viral.

"Problematika yang disampaikan oleh Bima, soal proyek mangkrak, jalanan bermasalah, soal-soal UN yang bocor, penegakan hukum belum maksimal, korupsi dan suap, itu bukan hanya problematika yang terjadi di daerah Lampung saja. Ini yang harus diketahui. Tapi daerah-daerah lain juga," ujar Gindha dalam pernyataan video seperti dikutip Republika.co.id di Jakarta, Senin (17/4/2023).

Salah satu yang disorot Bima adalah pembangunan jalan rusak hingga ia melabeli pemimpin di Lampung dengan sebutan 'dajjal'. Gindha beralibi, pembangunan di Provinsi Lampung terhambat oleh pandemi Covid-19 selama dua tahun belakangan. Sehingga, ia meminta warga memaklumi jika pembangunan yang dilakukan Pemprov Lampung terbatas.

"Fenomena ini terjadi di berbagai daerah, apalagi kita baru bangkit dua tahun pascaCovid, jadi wajar kalo pembangunan itu terbatas bos," ucap Gindha.

Potongan video tersebut kemudian mendapatkan respons dari warganet Indonesia serta warganet Lampung. Warganet bahkan mengakui, selama 29 tahun usianya, jalanan di Lampung memang masih belum benar atau layak.

Warganet lain ramai-ramai geram dengan pernyataan Gindha karena dinilai menormalisasikan problematika yang terjadi di Lampung dengan semua daerah di Indonesia. Sambil berbicara dengan memakai tasbih di lengannya, Gindha dalam video tersebut juga meminta Bima untuk belajar bagaimana cara mengkritik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement