REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengakui pihaknya sulit menindak partai politik yang melanggar ketentuan masa sosialisasi di media sosial (medos). Sebab, tidak ada regulasi yang bisa jadi acuan untuk melakukan penindakan.
"Tahapan ini (sosialisasi) sulit untuk dilakukan penindakan, kecuali kita sampaikan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika kalau kontennya melanggar UU ITE," kata Bagja dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Bagja mengatakan, kekosongan regulasi terjadi karena Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu tidak mengatur penggunaan media sosial oleh partai politik saat masa sosialisasi. Masalahnya lagi, KPU RI tak kunjung merevisi PKPU tersebut untuk memasukkan ketentuan lebih detail terkait penggunaan media sosial. "Kami sudah dorong, tapi sampai sekarang tidak selesai," ujar Bagja.
Bawaslu sebenarnya sudah berulang kali mendesak KPU merevisi PKPU 33 untuk mengatur lebih detail terkait masa sosialisasi partai politik yang berlangsung hingga November 2023. Sebab, terdapat rentang waktu panjang bagi 18 partai politik melakukan sosialisasi, tapi tidak ada rambu-rambu ketat untuk membatasi gerak gerik mereka.
"Masa sosialisasi bahkan hampir tidak ada larangannya," ujar Bagja kepada wartawan, Ahad (9/4/2023). PKPU 33 Tahun 2018 perlu direvisi karena dibuat untuk kebutuhan Pemilu 2019.
Komisioner KPU RI August Mellaz pada Kamis (13/4/2023), mengatakan, pihaknya kemungkinan besar tidak akan membuat regulasi baru untuk mengatur masa sosialisasi. Pihaknya hanya akan merevisi PKPU 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu untuk memuat ketentuan iklan kampanye dan peraturan kampanye di media sosial. Namun, Mellaz tidak menyebutkan kapan proses revisinya tuntas.