Rabu 29 Mar 2023 20:39 WIB

Rapat Mendadak Gaduh Saat Mahfud Sebut DPR Aneh: Kadang Marah-Marah, Nggak Tahunya Markus

Mahfud menyebut ada sejumlah anggota DPR ternyata makelar kasus atau markus.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). Rapat tersebut membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan yang bernilai Rp 349 triliun.
Foto: Republika/Prayogi.
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). Rapat tersebut membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan yang bernilai Rp 349 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD merasa aneh dengan DPR, khususnya Komisi III yang kerap marah terhadap kinerjanya. Apalagi, ia kerap dituding oleh anggota Komisi III, seperti Arteria Dahlan, Benny K Harman, dan Arsul Sani.

Tak segan, ia menyindir DPR yang mana sejumlah anggotanya ternyata makelar kasus atau markus. Padahal, lembaga legislatif tersebut kerap marah kepada pemerintah.

Baca Juga

"Sering di DPR ini aneh. Kadangkala marah-marah gitu, nggak tahunya 'markus' dia," ujar Mahfud dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR, Rabu (29/3).

Seusai pernyataannya tersebut, ruang rapat Komisi III gaduh oleh permintaan interupsi dari anggotanya. Mayoritas mereka meminta agar Mahfud menjelaskan maksud dan siapa sosok 'markus' yang disebutnya.

 

Mahfud pun mencontohkan, adanya anggota DPR yang marah ke Jaksa Agung, tetapi di belakang justru menitip kasus. Namun diungkapnya, anggota DPR itu bukan berasal dari periode 2019-2024.

"Marah ke Jaksa Agung. Nantinya datang ke kantor Kejagung titip kasus," ujar Mahfud.

Di samping itu, ia sendiri meminta tidak ada yang menghalangi penyidikan maupun penegakan hukum. Terutama terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum," ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu.

Ia mengungkapkan bahwa kasus serupa pernah terjadi. Pada saat itu pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, berusaha menghalangi penegakan hukum. Mahkamah Agung (MA) lantas memperberat hukuman Fredrich menjadi 7,5 tahun dari tujuh tahun.

Ia mengemukakan hal itu ketika merespons pernyataan anggota Komisi III Arteria Dahlan yang menyebutkan bahwa laporan PPATK soal transaksi mencurigakan itu seharusnya tidak boleh diumumkan ke publik. Pasalnya, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.

"Beranikah Saudara Arteria bilang begitu kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Pak Budi Gunawan? Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bertanggung jawab bukan anak buah Menkopolhukam,melainkan setiap minggu laporan resmi info intelijen kepada Menkopolhukam," tambahnya.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menyebut laporan PPATK soal transaksi mencurigakan itu seharusnya tak boleh diumumkan ke publik. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menurut Arteria, ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.

"Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), ya, yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," ucap Arteria dalam rapat kerja (raker) antara PPATK dan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (28/3/2023).

 

photo
Kontroversi transaksi janggal Rp 300 triliun - (Republika/berbagai sumber)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement