Selasa 28 Mar 2023 09:55 WIB

Cegah Penundaan Pemilu, Pasal Pemilu Susulan Digugat ke MK

Advokat Viktor Santoso gugat pasal yang mengatur pemilu lanjutan dalam UU Pemilu.

Rep: Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Majelis hakim konstitusi di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2022).
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Majelis hakim konstitusi di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang advokat bernama Viktor Santoso Tandiasa mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas pasal yang mengatur pemilu lanjutan dan pemilu susulan dalam UU Pemilu. Gugatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penundaan Pemilu 2024.

Gugatan ini telah teregistrasi dengan nomor perkara 32/PUU-XXI/2023 pada Senin (27/3/2023). Viktor meminta MK menghapus frasa "gangguan lainnya" yang termaktub dalam Pasal 431 dan 432 UU Pemilu. Berikut bunyi lengkap kedua pasal tersebut:

Pasal 431 ayat (1): Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan; bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemilu lanjutan.

Pasal 432 ayat (1): Dalam hal di sebagian atau seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemilu susulan.

Viktor mengaku khawatir frasa "gangguan lainnya" dalam dua pasal tersebut digunakan sebagai dalih untuk melakukan pemilu susulan dan lanjutan. Hal ini dikawatirkan menjadi celah untuk penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden.

"Frasa 'gangguan lainnya' telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat menyebabkan penyelenggaraan pemilu menjadi tertunda. Padahal konstitusi telah mengatur dan menjamin bahwa pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan semangat serta prinsip negara hukum," kata Viktor dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, (28/3/2023).

Viktor menjelaskan, frasa tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak jelas ukuran atau bentuk gangguan seperti apa yang dimaksud. Artinya, frasa tersebut multitafsir, sehingga berpotensi digunakan untuk menjustifikasi penundaan pemilu dengan mengategorikan kondisi tertentu sebagai "gangguan lainnya".

Viktor menilai frasa "gangguan lainnya" itu bertentangan dengan pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Karena itu, dia meminta MK menghapus frasa tersebut.

Menurutnya, MK seharusnya mengabulkan gugatannya jika lembaga pengawal konstitusi itu memiliki semangat sama untuk mencegah penundaan Pemilu 2024. Selain itu, dia juga berharap MK memeriksa gugatannya secara cepat karena gelaran Pemilu 2024 tidak sampai setahun lagi.

"Sehingga, putusan MK dapat juga menjadi dasar KPU RI tetap melaksanakan penyelenggaraan Pemilu 2024, karena telah terdapat kepastian hukum bahwa pemilu susulan dan/atau pemilu lanjutan hanya dapat dilakukan apabila terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam," ungkap pengacara yang juga menggugat UU Cipta Kerja itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement