Senin 27 Mar 2023 14:51 WIB

Dewas Soroti Kasus Korupsi Besar Saat Ini Jarang Digarap KPK

Kasus korupsi besar yang dijuluki 'the big fish' kini jarang digarap oleh KPK.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat menyampaikan konferensi pers Capaian Kinerja Dewan Pengawas KPK Tahun 2022 di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/1/2023). Sepanjang tahun 2022, Dewan Pengawas KPK menerima 477 surat berkaitan dengan kinerja KPK, diantara surat tersebut, sebanyak 96 surat berkaitan dengan laporan masyarakat terkait dengan penindakan. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat menyampaikan konferensi pers Capaian Kinerja Dewan Pengawas KPK Tahun 2022 di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/1/2023). Sepanjang tahun 2022, Dewan Pengawas KPK menerima 477 surat berkaitan dengan kinerja KPK, diantara surat tersebut, sebanyak 96 surat berkaitan dengan laporan masyarakat terkait dengan penindakan. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas (Dewas) menilai, hingga kini, kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih sesuai jalur atau on the track. Namun, pengungkapan kasus- kasus rasuah yang besar atau dikenal dengan istilah 'the big fish' jumlahnya cenderung sedikit.

"Sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yang besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu 'the big fish'. Itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean dalam video yang diunggah dalam kanal YouTube KPK RI, Senin (27/3/2023).

Baca Juga

Tumpak mengatakan, sebagian besar kasus yang ditangani oleh KPK berupa suap terhadap pejabat. Meskipun lembaga antirasuah ini juga dinilai berhasil menjalankan kedeputian di bidang pencegahan dan penindakan korupsi.

"Kita lebih banyak kasus-kasus yang sifatnya OTT (operasi tangkap tangan), yaitu dalam rangka penyuapan-penyuapan aparatur penyelenggara negara, kita lebih banyak fokusnya ke situ," ungkap Tumpak.

Di sisi lain, menurut dia, secara umum, masyarakat menaruh kepercayaan pada KPK dalam hal pemberantasan korupsi. Walaupun, kasus-kasus yang ditangani bukanlah perkara besar.

"Cuma sayangnya itu, ya, saya bilang kita kurang bisa membongkar kasus-kasus yang sifatnya besar, karena kita mesti tahu juga bahwa kegiatan KPK itu harusnya terasa mensejahterakan masyarakat banyak, ada yang dirasa oleh publik," jelas dia.

Tumpak pun berharap agar KPK kedepannya dapat mengungkap kasus korupsi yang lebih besar. Sehingga kepercayaan publik terhadap KPK bisa terus terjaga.

"Harapan saya sebetulnya kita harus beranilah mengungkapkan kasus-kasus yang besar yang menarik perhatian masyarakat, yang bisa dirasakan oleh masyarakat manfaatnya," ujar dia.

Selain itu, Tumpak juga mengharapkan agar kinerja KPK tidak kalah dengan Kejaksaan Agung yang dinilai lebih banyak menangani kasus besar. Menurut dia, KPK juga memiliki kemampuan dan kualitas yang memadai untuk mengungkap kasus 'the big fish'.

"KPK kok bisa, harusnya bisa, menurut saya harusnya bisa seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung itu," ungkap Tumpak.

 

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pihaknya tetap melakukan penindakan terhadap tindak pidana korupsi, meski hingga Maret 2023 belum ada operasi tangkap tangan (OTT). Dia menyebut, penindakan itu terbukti dari banyaknya surat perintah penyidikan (sprindik) yang sudah ditandatangani pimpinan.

"Tahun 2023 sekarang ini belum ada yang kena tangkap tangan. Belum ada ya, saya ngomong belum ada, tapi surat perintah penyidikan sudah cukup banyak juga yang kita keluarkan," kata Firli acara Rakor Pimpinan/Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemda dan Peluncuran Indikator MCP Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Meski demikian, Firli tak memerinci jumlah sprindik yang telah dikeluarkan pihaknya. Dia hanya mengingatkan agar pemerintah daerah tak melakukan korupsi. Sebab, ia mengungkapkan, KPK menangani kasus yang sebagian besar menjerat pejabat daerah.

"Kasus korupsi terjadi 54 persen itu di pemerintah daerah. Kita bagi lagi dua 34 persen terjadi di provinsi, 41 persen terjadi di kabupaten/kota. Ini fakta," ungkap dia.

Firli pun berharap agar tidak ada lagi kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Ia meminta kepada seluruh pejabat pemerintahan menjauhi praktik rasuah.

"Saya minta tambahan wali kota, gubernur, bupati tidak bertambah lagi (yang terjaring kasus korupsi). Tapi tidak bertambah bukan karena bapak akal-akalan, tapi bapak betul-betul sudah melaksanakan sistem tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik," tegas dia.

 

photo
Hakim dan Pejabat Pengadilan terjerat KPK sejak 2015 - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement