REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait penyidikan kembali kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Namun, pihak Kejagung mendukung penyidikan terbaru terhadap bos KSP Indosurya, Henry Surya.
"Belum ada (SPDP) yang diterima kejaksaan," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana lewat pesan singkatnya, Jumat (17/3/2023).
Padahal tim penyidikan di Bareskrim Polri, sejak Senin (13/3/2023) sudah menetapkan Henry Surya selaku bos, dan pendiri KSP Indosurya sebagai tersangka. Pada Selasa (14/3/2023), tim penyidikan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) melakukan penangkapan, dan resmi melakukan penahanan.
Meskipun belum ada menerima SPDP, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana saat ditemui, Kamis (16/3/2023) kemarin mengatakan, mendukung langkah Bareskrim Polri untuk melakukan penyidikan baru terkait kasus KSP Indosurya. “Kewenangan penyidikan itu ada di penyidikan di Polri. Dan kita (kejaksaan) mendukung jika itu dilakukan penyidikan baru,” kata Fadil di Kejagung, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Fadil mengatakan, meskipun ada satu kasus KSP Indosurya yang saat ini masih dalam proses upaya hukum kasasi oleh kejaksaan di Mahkamah Agung (MA). Akan tetapi itu tak menghalani penyidikan baru yang dilakukan oleh kepolisian saat ini.
“Itu tidak jadi nebis in idem, kalau materi penyidikannya yang baru,” terang Fadil.
Menurut dia, tim jaksa penuntutan di Jampidum, masih menunggu proses kasasi kasus KSP Indosurya jilid pertama. Dan juga, akan menanti pelimpahan kasus baru KSP Indosurya yang sedang ditangani Dirtipideksus Bareskrim saat ini.
Bareskrim Polri, pada Kamis (16/3/2023) resmi mengumumkan status tersangka, dan penahanan terhadap Henry Surya, selaku pendiri, sekaligus bos KSP Indonesia. Status hukum Henry Surya, pun sebetulnya masih sebagai terdakwa terkait kasus penggelepan dan penipuan dana nasabah koperasi diriannya.
Dalam kasus penggelepan dan penipuan itu, didakwa dengan Pasal 46 ayat (1) UU 10/1998 atas perubahan UU 7/1992 tentang Perbankan juga Pasal 378, dan Pasal 372 KUH Pidana. Kepolisian, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus penggelapan dan penipuan tersebut, menuding Henry Surya melakukan penggelapan dan penipuan 23 ribu nasabah KSP Indonesia.
Kerugian nasabah dalam kasus tersebut mencapai Rp 106 triliun. Perkara Indosurya ini sempat dikelaim sebagai kasus keuangan dengan kerugian terbesar di Indonesia.
Akan tetapi, di persidangan, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Januari 2023 lalu memutuskan untuk melepaskan Henry Surya sebagai terdakwa. Hakim dalam putusannya menyatakan, perbuatan Henry Surya bukan merupakan pidana, melainkan perdata.
Akan tetapi, status Henry Surya sebagai terdakwa dalam perkara itu masih melekat. Itu karena Jampidum Kejakgung menguapayakan kasasi ke MA. Memori kasasi tersebut sudah diajukan sejak Februari 2023.
Proses upaya hukum tersebut, membuat status hukum terhadap Henry Surya belum inkrah, atau berkekuatan hukum tetap. Tetapi, Mabes Polri diminta kembali untuk melakukan penyelidikan, dan penyidikan baru terkait Henry Surya dan KSP Indosurya.
Direktur Tipideksus Brigjen Whisnu Hermwan, Kamis (16/3/2023) mengatakan, dalam perkara baru yang menjerat Henry Surya sebagai tersangka, berbeda dengan kasus KSP Indosurya yang pertama. Penetapan Henry Surya sebagai tersangka saat ini, kata Whisnu, terkait dengan pemalsuan dokumen, dan TPPU.
Karena itu, penjeratan sangkaan dalam perkara baru kali ini, penyidik kepolisian menggunakan Pasal 263, dan Pasal 266 KUH Pidana. “Ini (pemalsuan dan TPPU) berbeda dengan kasus yang terdahulu (penggelapan dan penipuan),” terang Whisnu.
Whisnu menerangkan, duduk perkara kasus baru yang bakal menyeret Henry Surya kembali ke persidangan, menyangkut masalah otentifikasi dalam persyaratan pembuatan lembaga koperasi. Whisnu mengatakan, dari hasil penyidikan, dan gelar perkara didapatkan bukti, tentang pendirian KSP Indosurya pada 2012 lalu, didasari pemalsuan dokumen-dokumen pendirian. Pun ditengarai cacat formal sehingga dinilai tak legal.
“Kami sudah temukan bahwa perbuatan HS ini dalam pembuatan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) itu cacat. Dan bahkan saudara HS ini berniat jahat dalam pendirian KSP Indosurya ini,” terang Whisnu.
Karena dinilai melakukan pemalsuan dokumen pendirian, dan dinilai cacat sebagai koperasi, menurut Whisnu dalam operasionalnya, KSP Indosurya menjadi lembaga koperasi yang melanggar hukum. Sehingga dikatakan dia, kegiatan usaha apapun yang dilakukan oleh Henry Surya dengan KSP Indosurya-nya, menjadi ilegal.
“Jadi dalam perkara ini penyidikan yang dilakukan adalah terkait akar masalahnya. Yaitu bahwa HS melakukan perbuatan seolah-olah mendirikan koperasi, yaitu koperasi Indosurya,” kata Whisnu.
Dalam menjalankan koperasi ilegal tersebut, kata Whisnu, Henry Surya mengumpulkan dana nasabah dalam jumlah fantastis mencapai Rp 106 triliun. Dalam penyidikan, kata Whisnu, KSP Indosurya pun pada 2018 mengeluarkan produk perbankan, berupa penjualan investasi dalam bentuk medium term note (MTN), atau surat utang jangka menengah.
Dalam penjualan produk MTN tersebut, Henry Surya, berhasil mengumpulkan uang nasabah sekitar Rp 15,9 triliun. Akan tetapi, dalam praktiknya, kata Whisnu, penjualan MTN oleh KSP Indosurya tersebut, sempat dilarang oleh regulator karena koperasi tersebut sebetulnya cacat formal.
Karena itu, Whisnu mengatakan, meskipun pada kasus yang pertama Henry Surya sebagai terdakwa penipuan dan penggelapan dihukum lepas oleh pengadilan. Dan dinyatakan oleh hakim perbuatan Henry Surya tersebut bukanlah kepidanaan, melainkan keperdataan.
Pada penyidikan baru kali ini, kepolisian seperti menemukan bukti-bukti baru terkait dengan tindak pidana yang dilakukan Henry Surya dalam pendirian koperasi, serta tindak pidana lainnya terkait dengan kejahatan melakukan pengumpulan dana masyarakat dengan menggunakan lembaga koperasi yang pendiriannya cacat hukum.
Brigjen Whisnu juga menambahkan, terkait dengan TPPU, tim penyidikannya juga menemukan 23 perusahaan cangkang milik Henry Surya. Puluhan perusahaan cangkang itu, diduga menjadi tempat bagi Henry Surya dalam menyamarkan praktik manipulasinya selama menjalankan koperasi ilegal.
“Jadi koperasi yang didirikan oleh HS ini hanyalah koperasi pura-pura,” ujar Whisnu.
Pengacara Henry Surya, Soesilo Ari Wibowo, kepada Republika, Rabu (15/3/2023) sudah mengetahui status hukum baru kliennya di Dirtipideksus Bareskrim Polri saat ini. Namun dikatakan dia, penetapan tersangka terhadap Henry Surya hanya akan menghasilkan keputusan hukum yang sama di pengadilan negeri nantinya.
"Saya berpendapat kasus ini, akan nebis in idem di pengadilan," ujar Soesilo.
Nebis in idem adalah istilah dalam hukum yang artinya tak bisa memeriksa, ataupun memidanakan seseorang, atas kasus, atau pokok perkara serupa yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan. Meskipun begitu Soesilo mengaku menghormati apa pun setiap proses hukum terkait nasib kliennya itu.
“Kita tetap menghormati proses hukum yang ada. Tetapi nanti kita akan lihat saja di pengadilan,” ujar Soesilo.