Ahad 09 Nov 2025 06:20 WIB

Ratusan Ribu Pasien Kehabisan Obat di Gaza

Israel masih terus membatasi masuknya bantuan ke Gaza.

Warga Palestina melewati kehancuran akibat serangan udara dan darat Israel di Kota Gaza, Kamis, 23 Oktober 2025.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina melewati kehancuran akibat serangan udara dan darat Israel di Kota Gaza, Kamis, 23 Oktober 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Ratusan ribu pasien di Gaza membutuhkan obat-obatan yang persediannya kian menipis menyusul blokade Israel belakangan. Munir al-Bursh, direktur Kementerian Kesehatan Gaza, mengatakan kekurangan obat-obatan adalah “wujud paling berbahaya dari runtuhnya sistem kesehatan” di wilayah kantong tersebut.

Berbicara kepada Aljazirah Arabia dari Kota Gaza, al-Bursh mengatakan terjadi kekurangan obat-obatan dasar yang parah, dengan ketersediaan turun lebih dari 56 persen. Kekurangan pasokan medis juga telah melampaui 65 persen.

Baca Juga

Hal ini mencakup obat-obatan dan perlengkapan yang digunakan untuk mengobati pasien kanker dan orang lain yang menderita penyakit kronis, termasuk diabetes dan gagal ginjal yang memerlukan dialisis.

Di Kota Gaza saja, jumlah pasien yang menderita penyakit kronis mencapai sekitar 350.000 orang, kata al-Bursh. “Mereka bergantung pada pengobatan rutin, dan setiap gangguan dalam pengobatan berdampak serius pada kesehatan mereka,” tambahnya.

Program Pangan Dunia (WFP) PBB telah membagikan kesaksian dari seorang pria Palestina di Gaza, yang menjelaskan bahwa dia mendapatkan makanan untuk keluarganya di dapur komunitas di daerah kantong tersebut.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk serangan Israel ke Rumah Sakit Al Aqsa pada Senin (14/10).

"Tidak ada pekerjaan atau penghasilan. Itu sebabnya kami datang ke dapur makanan panas," kata pria tersebut dalam video yang dibagikan di media sosial. “Tidak peduli bantuan apa pun yang masuk, masyarakat tetap bergantung pada dapur ini.”

Meskipun PBB telah mengakui bahwa lebih banyak makanan dan bantuan lainnya telah masuk ke Gaza sejak gencatan senjata diberlakukan, namun PBB mengatakan bahwa pengiriman masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Kami membutuhkan akses penuh. Kami membutuhkan segalanya untuk bergerak cepat. Kami berpacu dengan waktu. Bulan-bulan musim dingin akan segera tiba. Masyarakat masih menderita kelaparan, dan kebutuhan sangat besar," kata perwakilan WFP pekan lalu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengulangi seruan agar penyeberangan Rafah antara Gaza dan Mesir dibuka kembali untuk evakuasi medis mendesak dari wilayah Palestina yang dibombardir.

photo
Warga Palestina menunggu untuk mendapatkan bantuan makanan di dapur umum di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Jumat (31/10/2025). Krisis kemanusiaan masih terjadi di Jalur Gaza. Pembatasan ketat yang diberlakukan Israel terhadap masuknya bantuan memperparah penderitaan warga yang masih hidup di tengah reruntuhan. UNRWA menyatakan, sejak perjanjian gencatan senjata diberlakukan, hanya kurang dari separuh bantuan yang disepakati berhasil masuk ke Gaza. Data Kantor Media Pemerintah Gaza mencatat, baru sekitar 1.500 truk bantuan yang berhasil masuk ke Gaza sejak perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025 lalu. - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

"Persimpangan Rafah adalah pintu keluar penting untuk evakuasi medis dan pintu masuk utama pasokan kesehatan ke Gaza. Mesir tetap menjadi salah satu tujuan utama bagi pasien yang membutuhkan perawatan darurat," tulis badan tersebut dalam sebuah postingan di media sosial.

Mengingat sekitar 4.000 pasien Palestina telah meninggalkan Gaza melalui Rafah untuk berobat di Mesir dan tempat lain, WHO mengatakan 16.500 pasien lainnya masih menunggu untuk mendapatkan perawatan medis di luar negeri. Sementara itu, pasokan medis untuk Gaza “tersedia di perbatasan”, tambahnya.

Pelanggaran gencatan

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement