Rabu 15 Mar 2023 05:45 WIB

Kejaksaan Ungkap Mengapa Menteri Johnny G Plate Harus Diperiksa

Jaksa ingin melihat bagaimana pertanggungjawaban Jhonny sebagai menteri.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate (ketiga kanan) bersama Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana (kedua kiri) dan Direktur Penyidikan Pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi (kanan) menyampaikan konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (14/2/2023). Johnny G. Plate diperiksa sebagai saksi selama sembilan jam terkait dugaan kasus korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS) periode 2020-2022.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate (ketiga kanan) bersama Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana (kedua kiri) dan Direktur Penyidikan Pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi (kanan) menyampaikan konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (14/2/2023). Johnny G. Plate diperiksa sebagai saksi selama sembilan jam terkait dugaan kasus korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS) periode 2020-2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) masih menggali kemungkinan dugaan keterkaitan peran Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate dalam kasus dugaan korupsi pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi mengatakan, selaku kuasa pengguna anggaran, menteri dari Partai Nasdem itu pastinya mengetahui akar soal dan dugaan korupsi dalam megaproyek nasional senilai Rp 10 triliun tersebut.

Baca Juga

“Karena itu kita panggil beliau (Menteri Johnnya) untuk diperiksa. Kenapa kita panggil, untuk memberikan keterangan, dalam peran beliau sebagai pengguna anggaran. Kita ingin tahu bagaimana pertanggung-jawaban saudara JP ini sebagai menteri, dan bagaimana fungsi pengawasannya,” terang Kuntadi, Selasa (14/3/2023).

Tim Penyidik Jampidsus sudah memastikan pemeriksaan Johnny, pada Rabu (15/3/2023). Pemeriksaan besok itu, adalah yang kedua dilakukan setelah permintaan keterangan, Selasa (14/2/2023) lalu.

Kuntadi mengungkapkan, sejumlah materi dalam rencana pemeriksaan Johnny. Selain soal perannya sebagai menteri, dan kuasa pengguna anggaran, tim penyidikan di Jampidsus, kata Kuntadi, juga turut memeriksa Johnny terkait materi pokok perbuatan korupsi dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G tersebut.

Menurut Kuntadi, Johnny, selaku menteri tentunya mengetahui sejumlah kejanggalan dalam proyek BTS 4G tersebut. Ragam kejanggalan itu, kata Kuntadi, mulai dari perencanaan, sampai dengan pengadaan dan tender, sampai dengan penganggaran-pencairan anggaran, serta realiasi proyek, pun juga pascapelaporan pertanggungjawaban keuangan.

Dalam masalah perencanaan, Kuntadi pernah mengungkapkan, proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo itu sarat manipulasi. Bahkan kajian teknis proyek tersebut, mencomot lembaga Human Development Universitas Indonesia (HUDEV-UI).

Belakangan, setelah kasus ini dalam penyidikan di Jampidsus, HUDEV-UI mengembalikan uang Rp 1,5 miliar karena tak merasa punya kontrak kerja dengan BAKTI maupun Kemenkominfo dalam proyek BTS 4G tersebut. Satu tenaga ahli HUDEV-UI, pun jadi tersangka dalam kasus ini.

Dalam masalah pengadaan, dan tender, pun sarat kongkalikong. BAKTI adalah Badan Layanan Umum (BLU) yang mendapat kucuran anggaran di Kemenkominfo.

Para pejabat di lembaga ‘bapak-anak’ itu bersama-sama dengan sejumlah pihak swasta telekomunikasi dan teknologi membuat aturan-aturan terkait tender yang merugikan perusahaan-perusahaan peserta lelang proyek lainnya. Pun aturan-aturan tender tersebut mengarahkan pada delapan konsorsium yang memenangkan lelang pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G tersebut.

Kuntadi menambahkan, dalam manifes harga dan nilai satuan pengadaan BTS 4G tersebut, terjadi mark-up atau penggelembungan harga yang merugikan keuangan negara sampai senominal Rp 1 triliun. “Di mana kita tahu, di dalam perkara ini, kita temukan ada terjadi awalnya permufakatan dan persekongkolan jahat, untuk membuat kemahalan-kemahalan (mark-up) dalam proyek BTS ini,” terang Kuntadi.

Adapun dalam hal penganggaran-pencairan anggaran, kata Kuntadi mengungkapkan lebih aneh lagi proyek nasional tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement