Jumat 10 Mar 2023 05:21 WIB

Yusril: Krisis Konstitusional Terjadi Jika Pemilu 2024 Ditunda

Yusril mendukung mengajukan banding atas putusan PN Jakpus.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra ketika diwawancarai wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (9/3/2023). Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu memberikan penjelasan ihwal putusan PN Jakpus yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024.
Foto: Republika/Febryan A
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra ketika diwawancarai wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (9/3/2023). Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu memberikan penjelasan ihwal putusan PN Jakpus yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyebut, krisis konstitusional akan terjadi apabila Pemilu 2024 benar-benar ditunda. Hal ini disampaikan Yusril untuk menanggapi kemungkinan eksekusi atas putusan PN Jakpus, yang memerintahkan penundaan pemilu. 

Yusril menjelaskan, apabila Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberikan izin eksekusi kepada PN Jakpus dan partai politik kalah dalam upaya perlawanan hukum eksekusi, maka putusan tersebut harus dilaksanakan. Artinya, Pemilu 2024 ditunda. 

Baca Juga

Dia mengatakan, apabila benar terjadi penundaan pemilu, maka akan timbul dampak luar biasa bagi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya soal masa jabatan pejabat publik yang diisi lewat pemilu. 

Para pejabat publik seperti presiden bakal habis masa jabatannya pada 2024. Akan tetapi, pemilu tidak digelar pada tahun 2024. Lantas siapa yang menjadi pejabat presiden. 

"Semua jabatan-jabatan kenegaraan yang diisi dengan pemilu seperti presiden, wakil presiden, DPR, MPR, DPD, dan DPRD, itu bisa habis waktunya 2024 nanti," ujar Yusril kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam acara diskusi bertajuk 'Pandangan dan Sikap KPU terhadap Putusan PN Jakpus' di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (9/3/2023). 

"Bagaimana kita mengatasi keadaan ini, karena akan menimbulkan apa yang disebut dengan hukum tata negara dalam keadaan darurat atau terjadi krisis konstitusional," imbuh mantan Menteri Hukum dan HAM itu. 

Ketika krisis konstitusional itu terjadi, kata Yusril, jalan keluarnya diperlukan "pemecahan bersama". Namun, Yusril tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana bentuk solusi pemecahan bersama yang dimaksud. 

PN Jakpus membacakan putusan atas gugatan yang dilayangkan Prima terhadap KPU RI itu pada Kamis (2/3/2023). Dalam putusannya, majelis hakim menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Februari 2024 ditunda ke Juli 2025. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa, "putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)."

Untuk mengeksekusi putusan yang bersifat serta merta ini, PN Jakpus harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hingga kini diketahui Pengadilan Tinggi belum memberikan izin. 

Sementara itu, KPU RI pada Jumat (10/3/2023), akan mengajukan banding atas putusan tersebut, juga ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Banding diajukan untuk membatalkan putusan PN Jakpus tersebut.

 

photo
Poin Putusan PN Jakpus Terkait Penundaan Pemilu - (infografis Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement