REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai Nasdem Atang Irawan menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan KPU menghentikan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 dan memulainya dari awal perlu dieksaminasi. Menurutnya, putusan PN Jakpus menyimpang dari substansi dan proses hukum itu sendiri.
"Putusan pengadilan yang menyimpang dari substansi dan proses hukum itu sendiri, bahkan telah menjadi kontroversi dalam penerapan keadilan dipandang perlu dilakukan eksaminasi," ujar Atang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (6/3/2023).
Eksaminasi adalah pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan dari jaksa penuntut umum atau putusan pengadilan dari hakim. Atang lalu menyampaikan sebagai konsekuensi asas atau prinsip peradilan yang terbuka untuk umum, eksaminasi putusan pengadilan merupakan ruang bagi publik untuk menilai apakah sebuah persidangan, pertimbangan hukum, dan putusannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau keadilan bagi masyarakat apa.
"Dibuka ruang bagi publik untuk menilai sebuah putusan hakim dengan tidak mengurangi status dan kedudukan putusan tersebut," kata dia.
Atang menyampaikan eksaminasi telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1967 tentang Eksaminasi. "Bahkan, Mahkamah Agung dalam instruksi itu menyebutkan bahwa ketua pengadilan atau badan peradilan yang lebih tinggi melakukan pengawasan. Jika perlu, diberi teguran hingga hukuman jabatan," ujar dia.
Meskipun begitu, menurut Atang, agar tidak terjadi konflik kepentingan, lembaga yang melakukan eksaminasi harus lembaga independen atau di luar organ kekuasaan kehakiman, seperti Komisi Yudisial (KY). Namun, dalam konstruksi Pasal 42 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, KY hanya dapat melakukan eksaminasi putusan yang telah inkrah sebagai dasar untuk mutasi hakim.
Oleh karena itu, putusan PN Jakpus belum dapat dieksaminasi oleh KY. Dengan demikian, Atang yang juga merupakan pakar ilmu tata negara itu mengusulkan dilakukan revisi terhadap UU tentang Kekuasaan Kehakiman agar KY memiliki wewenang melakukan eksaminasi putusan tanpa harus menunggu inkrah.
KY, lanjut Atang, dapat melakukan eksaminasi, sepanjang tidak membatalkan putusan dan hanya terkait dengan kapasitas serta kualitas hakim dalam memeriksa serta memutus perkara. "Dengan demikian, hakim akan berhati-hati menggunakan kebebasannya, bukan sebebas-bebasnya dalam rangka memeriksa dan memutus perkara sehingga akan terhindari dari orkestrasi yustisial yang dapat berakibat turbulensi dalam dunia peradilan," ujar dia.