REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari mengungkap beberapa penyebab masih tingginya Malaria di wilayah tersebut, antara lain karena stigma masyarakat yang menganggap Malaria hanya disebabkan penurunan daya tahan tubuh. Kepala Seksi Pencegahan dan Pengandaian penyakit menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Manokwari Rahimi Malik SKM, Sabtu (4/3/2023), mengatakan, akibat stigma tersebut upaya pencegahan melemah di masyarakat.
"Masih sangat banyak yang menganggap Malaria disebabkan karena daya tahan tubuh menurun, sehingga tidak diperlukan pencegahan. Padahal ini stigma yang salah," ujarnya.
Kabupaten Manokwari memiliki angka kasus Malaria tertinggi di wilayah Papua Barat, dimana pada tahun 2022 terdapat 7.325 kasus, dibanding enam kabupaten lain yang berada di bawah 1.000 kasus pada tahun yang sama. Berbeda dengan penanganan demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegepty yang berkembang biak di genangan air bersih, kata dia, nyamuk Malaria cenderung berada di genangan air yang bersentuhan langsung dengan tanah.
"Kalau menggunakan Abate butuh berapa banyak untuk genangan air yang ada di sekitar kita, sehingga pemerintah menyarankan penggunaan kelambu untuk menekan angka Malaria," kata dia.
Selain itu penyebab lainnya, lanjut dia, yakni Manokwari merupakan daerah transit beberapa daerah sekitar, sehingga penanganan pasien Malaria lebih diarahkan ke daerah tersebut. "Banyak kasus ditemui pasien dari kabupaten lain, namun berobatnya di Kabupaten Manokwari, sehingga datanya tercatat di daerah kami," lanjut dia.
Meski begitu dengan dukungan berbagai pihak, Dinkes Kabupaten Manokwari terus memberikan sosialisasi hingga di tingkat posyandu untuk menyukseskan program pemerintah eliminasi Malaria di tahun 2027.
"Selain sosialisasi melalui puskesmas yang ada, juga ada pembagian kelambu. Kami berharap program ini sukses dilaksanakan," ujarnya.