REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan angkat bicara mengenai motif kekerasan seksual terhadap terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadir J), Putri Candrawathi yang ditepis hakim. Dalam kasus ini, Putri divonis hukuman penjara 20 tahun.
Komnas Perempuan mengambil sikap normatif dengan menghargai putusan tersebut. Komnas Perempuan enggan mengeluarkan sikap yang bersebrangan dengan putusan hakim soal Putri.
"Komnas Perempuan selalu menghormati putusan majelis hakim sesuai dengan kewenangannya," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada Republika (15/2/2023).
Komnas Perempuan belum bersedia menanggapi motif kekerasan seksual yang tak terbukti di persidangan. Padahal Komnas Perempuan sejak awal kasus ini mencuat lantang bersuara soal kekerasan seksual terhadap Putri yang patut ditelusuri.
Komnas Perempuan sejak awal enggan mempercayai kubu Brigadir J yang terang-terangan menolak terjadinya kekerasan seksual. Tapi sekarang, Komnas Perempuan mempersilahkan Putri menempuh mekanisme hukum yang berlaku.
"Mengenai vonis atau hukuman yang dijatuhkan, Komnas Perempuan menghormati hak dari setiap pencari keadilan untuk memutuskan upaya hukum yang akan ditempuhnya," ujar Andy.
Komnas Perempuan juga sempat menuding perkembangan publikasi kasus kekerasan seksual cenderung menjadikan pengalaman Putri sebagai komoditi semata dan sensasionalitas polemik seputar peristiwa.
Komnas Perempuan berkali-kali menyebut Putri masih dalam kondisi terguncang atas kejadian itu. Komnas Perempuan kali ini hanya berpesan soal proses hukum bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum.
"Komnas Perempuan mendorong agar semua pihak menggunakan kasus ini maupun proses hukumnya sebagai pembelajaran bersama untuk menguatkan upaya menghadirkan peradilan yang adil dan tidak berpihak," ucap Andy.
Sebelumnya, pihak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengatakan bahwa telah terjadi pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi yang dilakukan oleh Joshua. Cerita Putri mengenai pelecehan seksual yang ia alami menyulut emosi Ferdy Sambo.
Atas dasar peristiwa tersebutlah, terjadi pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Hanya saja, peristiwa itu akhirnya tak terbukti di meja hijau.