Jumat 12 Dec 2025 16:52 WIB

Gus Yasin Soroti Praktik Bullying di Pesantren, Sebut tak Boleh Disepelekan

Gus Yasin menduga, jumlah kasus bisa lebih tinggi dibandingkan yang telah tercatat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Mas Alamil Huda
Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin menghadiri acara halakah bertema
Foto: Dok Pemprov Jateng
Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin menghadiri acara halakah bertema

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK -- Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin mengatakan, isu terkait kekerasan dan perundungan di lingkungan pendidikan, termasuk di pondok pesantren, tidak bisa dipandang sebagai hal sepele. Hal itu disampaikanya saat menghadiri acara halakah bertema "Pesantren Aman, Nyaman, dan Ramah Anak" yang digelar di Pondok Pesantren Girikesumo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jumat (12/12/2025).

"Bentuk kekerasan itu tidak selalu fisik. Yang paling tinggi justru bullying dan tekanan mental. Ini menimbulkan ketidakpercayaan anak-anak didik kita untuk tumbuh dan menjadi pemimpin,” kata Gus Yasin.

Baca Juga

Menurut Gus Yasin, sejak 2019 hingga 2025, terdapat puluhan kasus kekerasan di lingkungan pesantren. Namun dia menilai, hal itu belum mencerminkan kondisi sesungguhnya. Gus Yasin menduga, jumlah kasus bisa lebih tinggi dibandingkan yang telah tercatat.

"Sering kali santri berasumsi, kalau mereka bicara, harus menjaga nama pesantren dan kiai, sehingga tidak berani menyampaikan (kasus kekerasan),” ujar Gus Yasin.

Dia menekankan, pondok pesantren sejatinya merupakan lembaga pendidikan yang bersifat inklusif. Oleh sebab itu, pesantren harus menjadi ruang aman bagi seluruh santri, termasuk mereka yang sedang menghadapi persoalan psikologis.

Gus Yasin turut menyoroti pentingnya penataan, pembinaan, dan pengawasan, terutama mengenai pola senioritas di pesantren. Dia memahami, penugasan santri senior sebagai pengurus merupakan bagian dari pendidikan pesantren.

Namun Gus Yasin menilai, pendampingan tetap diperlukan agar hal itu tak berubah menjadi tekanan. “Pemberian ta’zir (hukuman) harus bersifat mendidik,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jateng, Fatkhurronji, mengatakan, guna mewujudkan pesantren ramah anak, dibutuhkan sistem dan jejaring yang saling terhubung.

“Pesantren yang aman dan nyaman tidak cukup dilihat dari sisi fisik. Harus ada kenyamanan dalam proses pendidikan, dengan jejaring antara pengasuh, orang tua, santri, masyarakat, serta dukungan pemerintah,” ucap Fatkhurronji.

Halakah yang digelar di Pondok Pesantren Girikesumo menjadi ruang bagi ustaz/ustazah untuk memperkuat komitmen guna menciptakan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan ramah anak, sekaligus tetap menjaga nilai-nilai keilmuan serta akhlaqul-karimah sebagai ciri khas pesantren.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement