Jumat 10 Feb 2023 17:38 WIB

Alat Pendeteksi Dini Tsunami Diisukan Ditelantarkan, Kepala BRIN: InaBuoy tidak Efektif

Menurut Handoko, yang bertugas mengoperasikan alat itu adalah BMKG.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. Menurut Handoko alat pendeteksi tsunami berupa buoy di Indonesia tidak efektif. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. Menurut Handoko alat pendeteksi tsunami berupa buoy di Indonesia tidak efektif. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyatakan alat pendeteksi dini tsunami, khususnya InaTEWS, yang menggunakan alat disebut buoy dan sedang dalam riset BRIN, ternyata tidak efektif. BRIN sempat diisukan menelantarkan InaBuoy karena ketiadaan anggaran.

"Yang kita lakukan adalah riset untuk membuat sistem pendeteksi dini tsunami yang paling baik dan ternyata InaTEWS yang basis utamanya sensor berbasis kabel optik itu tidak begitu berhasil," katanya dalam konferensi pers di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023).

Baca Juga

Pernyataan Handoko tersebut menyusul BRIN yang diisukan menelantarkan pendeteksi tsunami bernama InaBuoy karena ketiadaan anggaran sehingga fasilitas ini dihentikan. Handoko menjelaskan tugas yang dilakukan selama ini baik oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dahulu maupun BRIN saat ini adalah hanya melakukan riset. Sementara yang bertugas mengoperasikan alat pendeteksi dini tsunami ini adalah Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

"Kita belum pernah mengoperasikan alat pendeteksi dini tsunami karena BRIN atau BPPT atau siapa pun dulu tidak akan pernah menjadi operator alat pendeteksi tsunami karena itu harusnya BMKG," ujar Handoko.

Lebih lanjut berdasarkan hasil riset oleh BRIN, ditemukan bahwa perawatan alat pendeteksi tsunami itu ternyata membutuhkan anggaran yang sangat besar. Sehingga BMKG keberatan mengingat harus menjamin keandalan, efisien, dan murah.

"Karena kalau kabel optik tiap 10 tahun harus ganti itu berapa triliun, kan enggak mungkin," ujar Handoko.

Oleh sebab itu, Handoko menegaskan persoalan alat pendeteksi dini tsunami bukan karena terkait skema anggaran yang berubah, melainkan mengenai substansi dan hasil evaluasi dari periset BRIN. Terlebih lagi, ia menuturkan di luar negeri pun belum ada pembuktian yang memadai mengenai efektivitas alat pendeteksi dini tsunami berbasis kabel optik, meski Jepang dan Amerika Serikat (AS) sudah mencoba.

"Jadi bukan karena kita hentikan karena skema anggaran berubah, ini tidak ada hubungannya. Ini ternyata tidak andal, khususnya dari sisi telekomunikasi, ini tidak bagus minimal untuk Indonesia," kata Handoko.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin merespons tujuh alat pendeteksi tsunami (InaBuoy) milik BRIN yang dipasang di beberapa titik lokasi rawan tsunami mengalami kerusakan atau mati. Menurut BRIN, matinya alat-alat tersebut disamping karena usianya yang telah dua tahun juga karena biaya operasionalnya yang cukup mahal.

"Saya kira alat-alat itu penting untuk diperbaiki ya, karena kita negara yang sering terjadi tsunami," ujar Ma'ruf dalam keterangannya di sela kunjungan kerja ke Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).

Wapres mengatakan, untuk masalah anggaran perbaikan semestinya tidak menjadi masalah karena dapat dilakukan secara bertahap. "Nah untuk anggaran itu kan tidak harus sekaligus," katanya.

Sebab, menurutnya, bagaimana pun alat pendeteksi tsunami harus tetap ada dan dapat berfungsi dengan baik. "Penting peran alat-alat itu (sehingga) harus ada, paling tidak berfungsi untuk memberikan aba-aba (atau) peringatan dini," katanya.

Sebelumnya, menurut BMKG matinya buoy-buoy pendeteksi tsunami sudah sejak setahun hingga enam bulan lalu. Buoy-buoy tersebut ada di lautan dekat Bengkulu, laut dekat anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, laut selatan Pangandaran, selatan Jawa Timur, laut selatan Bali, dan laut selatan Waingapu di Sumba Timur.

 

photo
Infografis Serius Sikapi Potensi Tsunami Akibat Megathrust - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement