Jumat 10 Feb 2023 01:42 WIB

Gugatan Sistem Proporsional Terbuka di MK Dicurigai Sebagai Siasat Menunda Pemilu

Jika MK menerima gugatan, pemilu bisa buntu soal aturan konversi suara menjadi kursi.

Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Rizky Suryarandika

Gugatan terkait pemilihan legislatif (pileg) sistem proporsional terbuka lewat uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konsititusi (MK) dicurigai merupakan strategi untuk menggagalkan Pemilu 2024. Kecurigaan itu muncul karena gugatan tersebut juga mempersoalkan pasal yang mengatur metode penentuan pemenang kursi anggota dewan.

Baca Juga

"Terus terang saya khawatir proses di MK ini berpeluang untuk ditunggangi, dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang punya agenda menunda atau menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2024," ujar anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim dalam sebuah diskusi daring, Kamis (9/2/2023). 

Luqman menjelaskan, kekhawatirannya muncul setelah mencermati gugatan tersebut. Ternyata, penggugat juga meminta hakim konstitusi menyatakan Pasal 420 huruf c dan d UU Pemilu merupakan pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 atau inkonstitusional. 

Padahal, ujar Luqman, Pasal 420 itu secara keseluruhan mengatur metode untuk mengonversi suara sah partai politik menjadi jumlah kursi yang didapatkan di suatu daerah pemilihan. Apabila Pasal 420 huruf c dan d dinyatakan inkonstitusional, maka proses konversi suara tidak bisa dilakukan. Alhasil, terjadi kebuntuan politik. 

"Penilaian saya, mereka mengacaukan pasal 420 ini sehingga tidak bisa dijalankan. Mana kala pasal ini tidak bisa dijalankan, sudah otomatis pemilu akan gagal. Akan ada kebuntuan regulasi pemilu," kata Luqman. 

"Saya tidak bisa membayangkan semengerikan apa kalau misalnya skenario itu berjalan. Pemilu sudah sampai tahap pencoblosan, partai sudah bertarung habis-habisan, kemudian ujungnya suara sah tak bisa dibagi ke parpol karena tidak ada payung hukum," imbuhnya. 

Lebih lanjut, Luqman menyebut sebenarnya ada dua cara untuk mengatasi persoalan itu jika benar terjadi. Namun, kedua solusi itu kemungkinan tidak bakal bisa dieksekusi. 

Solusi pertama, DPR merevisi UU Pemilu. Menurutnya, hal ini sulit dilakukan DPR secara cepat, apalagi saat gelaran pemilu. 

Kedua, Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu. Dia pun meragukan opsi Perppu ini bakal ditempuh Pemerintah karena narasi penundaan pemilu selama ini datang dari orang-orang dekat Istana. 

"Kalau berharap Perppu, masyarakat mencurigai bahwa pihak-pihak yang menginginkan penundaan atau penggagalan Pemilu 2024 itu terafiliasi dengan Istana," ujarnya. 

Karena melihat tidak ada jalan keluar atas masalah tersebut, Luqman berharap MK tidak mengabulkan gugatan atas Pasal 420 itu. Untuk diketahui, gugatan uji materi terkait sistem proporsional terbuka berserta ketentuan konversi suara ini dilayangkan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Mereka meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. MK kini masih memproses perkara tersebut. 

Sementara sidang bergulir, partai politik parlemen terpecah ke dalam dua kubu. Kubu pendukung sistem proporsional terbuka terdiri atas delapan parpol parlemen, mulai dari Golkar, Gerindra, PKB, hingga PKS. Sedangkan pendukung sistem proporsional tertutup hanya PDIP.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement