REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi dalam empat tahun terakhir, yakni 2018-2022 terus bertambah.
"Korban meninggal dan mengungsi terus bertambah, dengan kerusakan rumah dan fasilitas penduduk yang mencapai kerugian hingga Rp 31,5 triliun," ujar Kepala Bidang Komunikasi Kebencanaan BNPB Dodi Yuleova dalam diskusi daring "Satu Dekade Terakhir, Intensitas Bencana Hidrometeorologi Terus Meningkat" di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Dodi mengatakan kini BNPB banyak menemukan tantangan dalam pelaksanaan tugasnya, salah satunya adalah cuaca yang mudah sekali berubah, seperti saat ini yang seharusnya sudah masuk musim kemarau, tetapi beberapa daerah masih mengalami hujan dengan intensitas tinggi.
"Kami melakukan analisis atau kajian terhadap potensi ancaman bahaya dengan memanfaatkan data lintas kementerian/lembaga. Selanjutnya, memberikan arahan kepada BPBD tingkat kabupaten dan kota untuk upaya kesiapsiagaan setempat dan mengaktifkan Tim Reaksi Cepat (TRC) agar berkoordinasi dengan pusat, khususnya untuk daerah yang sangat rawan bencana hidrometeorologi," tambahnya.
Ia menyarankan agar masyarakat membentuk tim siaga desa yang bertugas untuk pemantauan dan identifikasi berbekal pengetahuan kebencanaan. Misalnya membuat rencana operasi, membuat peta risiko desa dan keterampilan dalam respons darurat, dan memastikan kelancaran jalinan komunikasi ke BPBD kecamatan dan desa.
Sementara di tingkat keluarga, masyarakat dapat membuat rencana kesiapsiagaan berupa rute evakuasi, respon evakuasi, tas siaga bencana, kontak petugas, dan lainnya.