REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama dua hari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan tim serta Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO di Paris, Prof Ismunandar melakukan pembahasan tentang posisi in danger TRHS. Sebelumnya sudah lima hari Dubes bersama Plt Dirjen KSDAE, Bambang Hendroyono melakukan kunjungan kerja ke beberapa Taman Nasional yang menyandang predikat sebagai situs warisan alam dunia Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS), yaitu TN Bukit Barisan Selatan dan TN Gunung Leuser.
TRHS merupakan salah satu warisan alam dunia Indonesia yang terdiri dari TN Bukit Barisan Selatan, TN Kerinci Seblat dan TN Gunung Leuser dengan luas ± 2.595.125 ha dan ditetapkan WHC-UNESCO dalam Sidang Warisan Dunia ke-29 tahun 2004 di Durban. Ketiga Taman Nasional ditetapkan sebagai TRHS karena memenuhi kriteria Nilai penting atau Outstanding Universal Value warisan alam dunia.
Setelah kunjungan kerja dari TN Bukit Barisan Selatan dan TN Gunung Leuser, selanjutnya Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO dan tim kerja lapangan bersama Menteri LHK dan Sekretaris Jenderal KLHK selaku Plt. Dirjen KSDAE berkunjung ke TN Komodo sebagai situs Warisan Dunia.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan secara nyata di lapangan bagaimana kerja-kerja pemerintah dan masyarakat Indonesia menangani kawasan konservasi dan world heritagenya secara baik dan proprosional, tetap menjaga prinsip-prinsip konservasi dan posisi sebagai warisan dunia (world heritage).
"Ini penting karena bukti lapangan menjadi sangat penting, sehingga bukan hanya asal menilai dan salah, tidak sesuai dengan kenyataan", ujarnya, Kamis (2/2/2023).
Bangun Strategi Kelola Situs Warisan Alam Dunia
Plt Dirjen KSDAE Bambang Hendroyono menjelaskan pertemuan Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO dengan Menteri LHK beserta beberapa Pejabat Tinggi Kementerian LHK lainnya membahas perkembangan pengelolaan warisan alam dunia Indonesia serta membangun strategi dan solusi dalam menghadapi tantangan pengelolaan situs warisan alam dunia, khususnya upaya mengeluarkan TRHS dalam Daftar Warisan Dunia Dalam Bahaya (the List of World Heritage in Danger).
Di samping itu juga dibahas isu-isu terkait pengelolaan warisan dunia alam Indonesia lainnya, yaitu isu pembangunan sarana pendukung wisata alam di situs warisan alam dunia TN Komodo serta isu keberadaan jalan di situs warisan alam dunia TN Lorentz.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan secara umum Menteri LHK dengan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO berharap semua pihak baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Non Pemerintah, Sektor Swasta dan masyarakat memahami dan bersama-sama menjaga kelestarian warisan alam dunia Indonesia sebagai bentuk komitmen bangsa Indonesia terhadap dunia internasional dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Bambang Hendroyono menjelaskan, poin-poin penting yang menjadi arahan percepatan pengeluaran TRHS dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya adalah pertama Penguatan koordinasi pengelolaan TRHS dengan skala prioritas pada tujuh indikator implementasi EAP, DSOCR dan Corrective Measure; kedua Penguatan rekaman serta publikasi data dan informasi yang merepresentasikan upaya optimal Pemerintah dalam pengelolaan TRHS;
Kemudian ketiga Identifikasi dan perekaman riwayat dinamika kawasan sebagai pertimbangan dasar dalam pengeloaan TRHS; serta keempat Pelaksanaan Boundary Modification dengan melibatkan stakeholders dan para pakar/ahli untuk memastikan eksistensi OUV dan integritas kawasan TRHS.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka mengeluarkan TRHS dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya adalah peningkatan dan pengembangan kegiatan pengelolaan TRHS dengan target pengendalian dan penanganan ancaman yang dirancang dalam Emergency Action Plan (EAP), Desired State of Conservation for the Removal (DSOCR), serta Corrective Measure.
Tujuh indikator penting yang menjadi target dalam implementasi EAP, DSOCR dan Corrective Measure adalah: pertama penurunan deforestasi dan peningkatan tutupan hutan; kedua Stabilitas dan pertumbuhan populasi satwa kunci; ketiga Memastikan tidak adanya pembangunan jalan baru; keempat Tidak adanya akivitas pertambangan; kelima Pemeliharaan tata batas kawasan; keenam Pelaksanaan penegakan hukum; serta ketujuh Penerapan pengelolaan lanskap.
Duta Besar RI untuk UNESCO tersebut sangat mengapresiasi atas berbagai upaya yang telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengelola TRHS dan khususnya mengeluarkan TRHS dari daftar bahaya.
"Semoga kerja-kerja yang telah dilakukan oleh Kementerian LHK khususnya ketiga Taman Nasional sebagai site TRHS dapat mengantarkan TRHS keluar dari daftar bahaya. Mengingat keberadaan flora dan fauna yang asli Indonesia merupakan kebanggan kita bersama sebagai Warisan untuk Dunia,” ucap Ismunandar.
Ismunandar juga berpandangan bahwa berbagai tantangan dalam mengeluarkan TRHS dari daftar bahaya, perlu diiringi dengan publikasi upaya-upaya perlindungan kawasan TRHS pada tingkat global, lobi terhadap negara-negara anggota komite untuk mengeluarkan TRHS dari daftar bahaya, dan menjaga komitmen dan sinergi para pihak terkait (pemerintah, akademisi, LSM, masyarakat, dan badan usaha) dalam melindungi kawasan TRHS.