Senin 23 Jan 2023 10:51 WIB

Pantau Sidang Kasus Mutilasi Mimika, Komnas HAM Temukan Sejumlah Masalah

Komnas HAM memantau tiga persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. Komnas HAM memantau langsung persidangan kasus mutilasi di Mimika, Papua. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. Komnas HAM memantau langsung persidangan kasus mutilasi di Mimika, Papua. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM RI memantau persidangan kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika dalam tiga persidangan terpisah di Pengadilan Militer III-19 Jayapura pada 10, 19 dan 20 Januari 2023. Komnas HAM menemukan sejumlah kekurangan dalam persidangan yang patut dievaluasi. 

Dari pemantauan itu, Komnas HAM mendapat sejumlah temuan dan analisis fakta. Pertama, sidang dapat dihadiri oleh keluarga korban dan masyarakat secara langsung dengan pengamanan dari Kepolisian dan TNI. Namun, proses persidangan tidak berjalan efektif karena minimnya kesiapan perangkat pengadilan, antara lain: jadwal sidang yang tidak jelas dan kurang transparan (tidak sesuai dengan jadwal yang  tertera di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara/SIPP). 

Baca Juga

"Hal ini menyebabkan keluarga korban kesulitan untuk mengetahui jadwal pasti guna mengikuti dan memastikan seluruh tahapan persidangan berjalan dengan baik," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan yang dikutip pada Senin (23/1/2023). 

Kemudian, Komnas HAM mendapati pemeriksaan saksi pelaku sipil dihadirkan melalui daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet. Hal ini berbeda dengan saksi dari keluarga korban yang bersedia hadir dari Kabupaten Mimika ke Jayapura guna memberikan kesaksiannya secara langsung.

"Pemeriksaan barang bukti dilakukan secara daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet. Lalu ruang sidang kurang proposional untuk mengakomodasi jumlah keluarga korban dan masyarakat yang ingin mengikuti proses persidangan," ujar Atnike. 

Kedua, Komnas HAM menemukan proses peradilan mengabaikan aksesibilitas bagi keluarga untuk mengikuti seluruh tahapan persidangan. Komnas HAM meyakini terpisahnya proses peradilan sangat tidak efisien secara waktu dan biaya khususnya bagi keluarga yang diperiksa sebagai saksi.

Ketiga, Komnas HAM mendapati proses pertanggungjawaban pidana tidak maksimal karena proses hukum para terdakwa dari anggota militer dan sipil diadili secara terpisah. Bahkan saksi pelaku sipil tidak dapat dihadirkan secara langsung dalam persidangan terdakwa anggota TNI. 

"Tersangka sipil hingga saat ini belum menjalani proses persidangan melalui pengadilan umum dan informasi terakhir berkas perkara masih di pihak Kejaksaan Negeri Timika," ucap Atnike.

Diketahui, Komnas HAM memantau tiga sidang dalam kasus ini. Pertama, sidang perkara nomor 404-K/PM.III-19/AD/XII/2022 menghadirkan empat terdakwa Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktav Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman dan Praka Pargo Rumbouw, dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. 

Kedua, sidang perkara nomor 395-K/PM.III-19/AD/XI/2022 menghadirkan satu terdakwa, Pratu Rahmat Amin Sese, terkait kepemilikan dan penyalahgunaan senjata api ilegal dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli. Ketiga, sidang perkara nomor 37-K/PMT.III/AD/XII/2022 menghadirkan satu terdakwa, Mayor Helmanto Fransiskus Daki, dengan agenda pembacaan tuntutan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement