Jumat 20 Jan 2023 16:39 WIB

Komnas HAM Dorong DPR Setujui RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

UU diperlukan guna mencegah berlarutnya pelanggaran HAM terhadap PRT

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Gita Amanda
Sejumlah Ibu Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang tergabung dalam Koalisi Sipil Untuk UU Perlindungan PRT melakukan aksi Rabuan PRT: Payung Duka Seribu Ibu-Ibu PRT Indonesia di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Dalam aksi tersebut, mereka mendesak Presiden dan Ketua DPR bersuara untuk mendukung pengesahan UU PPRT guna menghentikan kekerasan dan praktek perbudakan modern terhhadap ibu-ibu pekerja rumah tangga.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah Ibu Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang tergabung dalam Koalisi Sipil Untuk UU Perlindungan PRT melakukan aksi Rabuan PRT: Payung Duka Seribu Ibu-Ibu PRT Indonesia di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Dalam aksi tersebut, mereka mendesak Presiden dan Ketua DPR bersuara untuk mendukung pengesahan UU PPRT guna menghentikan kekerasan dan praktek perbudakan modern terhhadap ibu-ibu pekerja rumah tangga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM mendukung upaya mempercepat pengesahan RUU Perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) menjadi undang-undang. Hal itu dilakukan guna mencegah berlarutnya pelanggaran HAM terhadap PRT.

Komnas HAM mendorong DPR RI segera menyetujui RUU PPRT sebagai RUU inisitiaf DPR RI dalam sidang paripurna DPR RI sehingga dapat segera dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) bersama pemerintah. Komnas HAM juga mendorong DPR RI dan Pemerintah mempertimbangkan hasil kajian Komnas HAM sebagai salah satu rujukan dalam pembahasan RUU PPRT.

Baca Juga

"Mendorong DPR RI dan Pemerintah membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya selama proses pembahasan RUU PPRT," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah kepada wartawan, Kamis (19/1/2023) lalu.

Komnas HAM memberi perhatian terhadap kelompok rentan dan marginal yang memiliki potensi kuat terhadap pelanggaran HAM, diantaranya PRT. Apalagi sepanjang tahun 2017-2022, JALA PRT mendokumentasikan setidaknya 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT seperti kekerasan ekonomi (tidak digaji, dipotong agen semena-mena), kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.

"Selama ini Komnas HAM banyak menerima pengaduan kasus pekerja rumah tangga baik di dalam maupun di luar negeri yang mengalami pelanggaran hak asasi manusia, antara lain gaji tidak dibayar, hilang kontak, kekerasan, perdagangan orang, kekerasan seksual, berhadapan dengan hukum serta permohonan bantuan perlindungan dan bantuan hukum," ujar Anis.

Komnas HAM pada tahun 2021 sempat melakukan pengkajian dan penelitian tentang urgensi ratifikasi konvensi International Labor Organization (ILO) 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga dan urgensi pengesahan RUU PPRT sebagai UU. Berdasarkan hasil kajian tersebut, Komnas HAM berkesimpulan ratifikasi konvensi ILO 189 dapat mendorong kondisi HAM yang kondusif bagi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak PRT.

"Ini untuk mendorong pemajuan dan penegakan hak asasi manusia terhadap pekerja rumah tangga, baik di dalam maupun di luar negeri," ujar Anis.

Anis menjelaskan ratifikasi konvensi tersebut juga dapat menjadi norma rujukan dalam penyusunan dan pembahasan RUU PPRT. Berdasarkan hasil kajian tersebut, Komnas HAM menghasilkan tiga rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia. Pertama, Pemerintah Indonesia agar meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga; Kedua, Pemerintah agar melakukan upaya percepatan pengesahan RUU PPRT; Ketiga Kementerian Ketenagakerjaan agar menjadi pihak yang mngenginisiasi ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga.

"Ketiga rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada Menteri Ketenagakerjaan RI dan Komisi IX DPR RI," sebut Anis.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo  memberikan pernyataan kepada publik bahwa Pemerintah berkomitmen dan berupaya keras memberikan perlindungan terhadap PRT. Presiden Joko Widodo mencatat jumlah PRT di Indonesia diperkirakan mencapai 4 juta, mereka dalam posisi rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja. Sudah lebih dari 19 tahun RUU PPRT dibahas dan tak kunjung disahkan sebagai undang-undang.

Presiden memerintahkan percepatan pengesahan RUU tersebut dan meminta agar Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Ketenagakerjaan melakukan koordinasi dengan DPR RI terkait hal ini. Sebelumnya pada tahun 2022, Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) percepatan pengesahan RUU PPRT di bawah koordinasi Kantor Staf Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement