REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG, – Banjir besar melanda Kota Semarang, Jawa Tengah, sejak 22 Oktober 2025, berdampak pada 63.000 jiwa di 23 kelurahan di lima kecamatan. Peristiwa ini juga menyebabkan tiga orang meninggal dunia dan melumpuhkan jalur Pantura.
Banjir yang terjadi di Semarang menyulitkan aktivitas sehari-hari, terutama di jalur Kaligawe yang terendam air hingga setinggi nyaris satu meter. Kondisi ini membuat kendaraan kecil tak bisa melintas, menyisakan truk-truk besar yang masih beroperasi. Area permukiman seperti Tlogosari, Sawah Besar, dan Genuk juga terendam dengan ketinggian air bervariasi.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) terpaksa mengatur ulang rute perjalanan kereta api akibat jalur rel yang tergenang. Dampak banjir ini mengharuskan pendirian dapur umum di tiga kecamatan, yakni Gayamsari, Pedurungan, dan Genuk, untuk membantu warga terdampak.
Koordinasi Penanganan Banjir dan Solusi Jangka Panjang
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupaya memodifikasi cuaca untuk mengurangi hujan. Meski demikian, suara kritis terhadap pemerintah daerah muncul di media sosial, mempertanyakan efektivitas penanganan banjir.
Kewenangan pengelolaan sungai seperti Sungai Sringin dan Tenggang berada di bawah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana. Kapasitas pompa yang ada dinilai tidak memadai menghadapi debit air yang besar. Usulan percepatan pengerukan Kolam Retensi Terboyo oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menjadi salah satu langkah mengatasi banjir.
Upaya kolaboratif mulai membuahkan hasil, banjir perlahan surut pada 3 November 2025. Jalur utama seperti Kaligawe kembali berfungsi normal, meski menyisakan beberapa kubangan air.
Mitigasi dan Solusi Jangka Panjang
BNPB mengingatkan potensi cuaca ekstrem hingga awal tahun depan, menuntut upaya mitigasi jangka panjang. Proyek Tol Semarang-Demak dan Kolam Retensi Terboyo diharapkan menjadi solusi permanen untuk banjir Semarang. Pemerintah kota juga diimbau menata ulang selokan dan drainase untuk memperlancar aliran air.
Partisipasi masyarakat, seperti Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) yang menghibahkan tanah untuk pembangunan sodetan, menunjukkan semangat gotong royong dalam mengatasi banjir.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.