Senin 09 Jan 2023 16:33 WIB

Delapan Fraksi DPR Tolak Proporsional Tertutup, KPU: Kami tak Condong ke Sistem Tertentu

KPU menyatakan akan menyelenggarakan pemilu sesuai UU Pemilu.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Siluet sejumlah komisioner KPU saat rapat pleno Rekapitulasi Nasional Hasil Verifikasi Parpol Calon Peserta Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta pada akhir Desember 2022 lalu. KPU saat ini masih menunggu putusan MK apakah Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka atau berubah menjadi tertutup. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Siluet sejumlah komisioner KPU saat rapat pleno Rekapitulasi Nasional Hasil Verifikasi Parpol Calon Peserta Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta pada akhir Desember 2022 lalu. KPU saat ini masih menunggu putusan MK apakah Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka atau berubah menjadi tertutup. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPU RI merespons desakan delapan partai parlemen agar lembaga penyelenggara pemilu itu menjaga netralitas terkait polemik sistem pemilihan legislatif (pileg), antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup. KPU RI menegaskan bahwa mereka tidak punya kecondongan terhadap sistem tertentu. 

"Kami setuju soal itu (menjaga netralitas). Dari sisi kami sih menjalankan saja peraturan yang ada. Jadi kami tidak ada kecondongan ke kanan kiri lah (terkait sistem pileg yang akan digunakan)," kata Komisioner KPU RI Mochammad Afifuddin kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (9/1/2023). 

Baca Juga

Afif pun menjelaskan pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang sempat menyinggung gugatan uji materi atas pasal yang mengatur penerapan sistem proporsional terbuka. Hasyim sebelumnya diketahui memprediksi Mahkamah Konstitusi (MK) bakal mengabulkan gugatan tersebut sehingga sistem pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

"Kan sebenarnya konteksnya ... ketua itu (Hasyim) menjelaskan kemungkinan-kemungkinan, karena dua sistem itu juga pernah kita pakai. Itu saja," kata Afif. 

Komisioner KPU RI Idham Holik menegaskan, pihaknya bakal melaksanakan pemilu seusai dengan ketentuan yang ada dalam UU Pemilu saat ini, yakni menggunakan sistem proporsional terbuka. Pihaknya pun memastikan bakal menjalankan apa pun putusan MK nantinya. 

"Apa pun yang menjadi materi amar putusan MK nanti, sebagai penyelenggara pemilu wajib melaksanakannya," ujar Idham. 

Sistem proporsional tertutup diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai. Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. 

Pada Pemilu 2004, mulai diterapkan sistem proporsional semi terbuka. Sedangkan sistem proporsional terbuka sepenuhnya mulai diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga sekarang. Dalam sistem proporsional terbuka ini, pemilih dapat memilih caleg yang diinginkan. Pemenang kursi parlemen ditentukan oleh jumlah suara terbanyak. 

Kini, penerapan sistem proporsional terbuka itu digugat ke MK oleh enam warga negara, yang dua di antaranya merupakan kader PDIP dan Nasdem. Mereka meminta hakim konstitusi memutuskan penerapan sistem proporsional terbuka melanggar UUD 1945, dan mengembalikan penggunaan sistem proporsional tertutup. 

Gugatan itu menjadi 'bola panas' seusai Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sempat memprediksi putusan MK. Saking panasnya polemik sistem pileg ini,  pimpinan delapan partai parlemen, kecuali PDIP, sampai menggelar pertemuan tertutup di Hotel Darmawangsa, Jakarta pada Ahad (8/1/2024) siang. 

Seusai persamuhan tersebut, delapan partai itu membuat pernyataan sikap bersama, yang pada intinya menolak pileg sistem proporsional tertutup. Mereka juga meminta KPU RI menjaga independensi dan netralitas terkait polemik sistem pileg ini. Sebab, KPU adalah lembaga pelaksana isi undang-undang.

"KPU bukan lembaga yang menafsir, dia hanya pelaksana," kata Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali usai pertemuan tersebut.

photo
Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement