Selasa 03 Jan 2023 05:25 WIB

'Ide Kembali ke Sistem Proporsional Tertutup Pemilu Wujud Kegagalan Parpol'

KPU saat ini menunggu putusan MK soal sistem proporsional dalam pemilu.

Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)
Foto:

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menjelaskan asal usul penerapan sistem proporsional terbuka di Tanah Air. Dia mengatakan, saat dulu sistem proporsional tertutup diterapkan, para anggota dewan hanya membebek terhadap kemauan partai. Sedangkan, partai abai dengan aspirasi rakyat.

"Mereka tidak peduli apa kata rakyat, selama punya hubungan dengan ketua partai, jatah untuk dapat dapil dengan nomor urut atas potensial tetap didapat. Kuasa partai di atas kuasa rakyat," kata Ray.

Karena itu, sejak reformasi 1998, banyak pihak yang mendorong agar sistem proporsional tertutup diganti menjadi terbuka dan berhasil diberlakukan pada Pemilu 2009. Menurut Ray, meski sistem proporsional terbuka ini masih jauh dari kata memuaskan, tapi setidaknya hubungan antara caleg dengan pemilih terus terkelola.

"Proporsional terbuka adalah jawaban atas keputusasaan publik atas kinerja dan kepedulian partai yang seolah abai terhadap amanah rakyat," ucapnya.

Sementara itu, dosen Departemen Ilmu Politik FISIP UI Aditya Perdana mengatakan, sistem proporsional terbuka masih merupakan pilihan sistem terbaik untuk Indonesia saat ini. Meski sistem ini mengandung masalah seperti politik berbiaya mahal dan personalisasi caleg ketimbang partai, tapi sistem terbuka mendorong pemilih untuk lebih mengenal sosok yang akan mewakili mereka di DPR.

"Caleg pun akan berusaha secara konsisten memelihara dan merawat pemilihnya dengan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya. Idealnya, sistem pemilu kita makin mendekatkan kepada pemilih, bukan malah semakin menjauhkan pemilih," kata Aditya.

Kendati begitu, Aditya menilai perdebatan soal sistem pemilihan caleg adalah suatu hal yang lumrah. Namun, dia berharap agar perubahannya dilakukan oleh DPR lewat revisi UU Pemilu, bukan oleh MK. Sebab, perubahaan lewat putusan MK bersifat parsial.

"Padahal ide perubahan sistem bersifat keseluruhan, tidak bisa parsial," ucapnya.

Terlepas dari soal cara mengubahnya, Aditya menilai perubahan sistem pemilihan sebaiknya ditunda hingga gelaran Pemilu 2024 usai. Dengan begitu, KPU dan Bawaslu bisa fokus menyelenggarakan Pemilu 2024, yang tahapannya kini sudah berjalan. "Revisi UU Pemilu dan Pilkada dapat dibicarakan secara serius pada tahun 2025," kata Aditya menyarankan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement