REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia mengatakan pengetatan akses masuk ke instansi tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan beberapa kasus belakangan yang terjadi. Apalagi, berhubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ini tidak berkaitan dengan KPK. KPK masuk welcome, minta apa saja akan diberikan," kata Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Nonyudisial Sunarto di Jakarta, Jumat (9/12/2022).
Pengetatan oleh MA, lanjut dia, semata-mata untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, terutama yang berkaitan dengan hasil pascaputusan pengadilan. Setiap perkara yang diputus oleh MA hanya akan menghasilkan dua putusan, yaitu pihak yang kalah dan pihak yang menang.
Imbasnya, menurut dia, tak jarang pihak yang kalah melakukan tindakan tidak terpuji, misalnya menendang kaca, bahkan menginjak foto pimpinan MA. Selain itu, pengetatan masuk ke MA juga untuk mengantisipasi adanya upaya makelar kasus (markus) yang mencoba memengaruhi hakim.
MA, kata Sunarto, menyadari bahwa modus kejahatan oleh markus setiap saat terus berkembang sehingga para penegak hukum harus selangkah lebih maju mengantisipasinya. Salah satu cara melacak orang yang diduga markus ialah menelusuri siapa saja yang datang ke MA dengan penampilan yang patut dicurigai.
"Siapa pun yang bawa mobil mewah, pakai baju, celana, sepatu, dan barang branded, akan kami telusuri sampai ke rumahnya," ujarnya.
Terkait dengan pengetatan akses masuk ke MA, kata dia, sejatinya sudah diterapkan sejak lama. Tepatnya pada masa kepemimpinan Ketua MA Muhammad Hatta Ali.
Saat ini, Gedung MA dijaga langsung oleh prajurit TNI. Lembaga peradilan itu memastikan keberadaan unsur TNI sama sekali tidak berkaitan dengan pencegahan aparat hukum untuk masuk ke dalam apabila ada kasus yang melibatkan hakim.
Sebelumnya, LSM Imparsial meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengambil sikap atas penempatan prajurit TNI di gedung MA. Imparsial memandang, tindakan MA itu tidak tepat.
"Mendesak Panglima TNI menolak penempatan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam keterangan pers yang diterima pada Jumat (11/11/2022).
Imparsial memandang penempatan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan (satpam) di lingkungan kantor MA bakal menuai masalah. Pasalnya, Imparsial meyakini penempatan itu tak ada urgensinya.
"Kami memandang kebijakan MA untuk menempatkan TNI dalam satuan pengamanan di MA adalah kebijakan yang bermasalah, tidak memiliki urgensi, dan berlebihan," ujar Gufron.