Rabu 30 Nov 2022 05:13 WIB

Legislator Sebut Eks HTI Dilarang Nyapres tak Diatur Perppu Pemilu

Perppu UU Pemilu hanya dihadirkan untuk mengakomodasi DOB Papua di Pemilu 2024.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), diharapkan selesai Desember mendatang. Perppu tersebut akan menjadi payung hukum bagi empat provinsi baru di Papua.

"Itu akan menjadi dasar bagi penyusunan kursi dan proses Pemilu untuk tiga DOB baru seperti juga yang lain-lain," ujar Mardani di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/11).

Ia mengungkapkan, terdapat banyak aspirasi dan usulan yang tak berkaitan dengan pengakomodasian DOB Papua di Pemilu 2024. Namun, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tegas menolak hal tersebut masuk ke dalam Perppu UU Pemilu.

Ditanya ihwal dugaan masuknya materi muatan terkait mantan anggota organisasi terlarang seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dilarang untuk maju sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres), ia mengaku, tidak tahu terkait hal tersebut.

"Saya tidak tahu, itu (eks anggota HTI dilarang nyapres) kayaknya tidak ada sih di kesepakatan lima itu," ujar jawab Mardani.

Kendati demikian, dia menegaskan, bahwa Perppu UU Pemilu hanya dihadirkan untuk mengakomodasi DOB Papua di Pemilu 2024. Fraksi PKS tegasnya menolak muatan-muatan yang di luar hal tersebut.

"Perppu cuma terima atau tolak. Kalau Perppu jumlahnya banyak dan panjang, patut diduga kita patut khawatir ada kepentingan politik di dalamnya," ujar Mardani.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung membocorkan isi rancangan Perppu UU Pemilu. Dia menyebut ada lima isu utama yang akan dimuat dalam Perppu tersebut.

Pertama, penambahan jumlah anggota DPR sebagai konsekuensi pembentukan tiga provinsi di Papua. Kedua, penambahan daerah pemilihan (dapil) yang juga karena penambahan provinsi di Papua.

Ketiga, penyeragaman masa jabatan KPU daerah. Keempat, memajukan jadwal penetapan daftar calon tetap (DCT) karena masa kampanye hanya 75 hari, sehingga KPU punya waktu mendistribusikan logistik pemilu.

Kelima, soal ketentuan partai peserta Pemilu 2019 menggunakan nomor urut sama saat Pemilu 2024. Selama ini, UU Pemilu mengatur bahwa semua partai peserta pemilu mengikuti pengundian nomor urut.

"Nah ini (soal nomor urut) ada aspirasi waktu itu berkembang dan kemudian kita diskusikan. Nah alhamdulillah dalam diskusi itu pemerintah tak keberatan, KPU juga tak keberatan, fraksi-fraksi DPR juga cuma satu yang waktu itu minta dipertimbangkan," ujar Doli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/11/2022).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement