REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengkritik rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Ia meyakini RKUHP bakal digunakan untuk memenjarakan rakyat yang kritis.
Feri menegaskan pengesahan RKUHP belum sepantasnya dilakukan. Pasalnya aturan itu masih belum menyerap aspirasi masyarakat sepenuhnya. "Pengesahan RKUHP tentu saja masih jauh dari harapan publik," kata Feri kepada Republika.co.id, Jumat (25/11/2022).
Feri menyoal banyaknya pasal bermasalah dalam RKUHP. Pasal-pasal berpotensi jadi penghambat demokrasi karena mempersempit ruang menyatakan pendapat.
"Maupun pasal lain berkaitan dengan upaya penghukuman yang dilakukan penyelenggara negara terhadap warganya sendiri," ujar Feri.
Feri menduga pengesahan RKUHP sengaja dikebut demi kepentingan tertentu. Ia mengkhawatirkan pembungkaman dan redupnya demokrasi bisa saja terjadi pascapengesahan RKUHP.
"Sejauh ini lebih terkesan upaya memaksakan UU yang nanti akan digunakan untuk mempidanakan masyarakat sendiri, dan terutama semakin menjauh dari nilai demokrasi," ucap Feri.
Selain itu, Feri menilai upaya pengesahan RKUHP ini terkesan mengabaikan semangat partisipasi yang bermakna dalam pembentukkan sebuah undang-undang. Ia menekankan pelibatan publik tidak hanya di tahapan, tetapi memastikan partisipasi publik punya makna tersendiri bagi masyarakat luas.
"Boleh saja pemerintah merasa tidak semua aspirasi bisa dimasukkan, tapi aspirasi itu harus didengar, kalau pun ditolak harus dijelaskan kenapa ditolak," tegas Feri.
Sebelumnya, RKUHP sudah dilakukan pengambilan keputusan tingkat I di Komisi III DPR. RKUHP tinggal dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat, untuk dilakukan pengambilan keputusan tingkat II guna disahkan menjadi undang-undang.