REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ada semangat dari Komisi III DPR agar rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat disahkan menjadi undang-undang pada tahun ini. Demi merealisasikannya, terdapat peluang untuk membahasnya pada masa reses.
"Kita lihat nanti perkembangannya di hari-hari ke hari, kawan-kawan bekerja keras melalukan komunikasi. Bila memang perlu kemudian dikerjakan pada saat reses, tentunya ada mekanisme tersendiri yang akan dilakukan agar pembahasan tersebut juga bisa berjalan dengan bagus," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Berbekal semangat tersebut, Komisi III disebutnya terus melakukan harmonisasi agar terciptanya payung hukum pidana nasional yang baik. DPR sendiri diketahui akan memasuki masa reses mulai 16 Desember mendatang.
"Saya pikir nanti kalau beberapa hal yang tadinya belum sepakat, sudah disepakatin tentunya ya tidak perlu lama-lama untuk melakukan sosialisasi kepada presiden. Agar apa yang ditunggu-tunggu ini bisa segera terealisasi," ujar Dasco.
Diketahui, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menunda rapat pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada 21 dan 22 November 2022. Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir mengatakan, rapat digeser menjadi pada 24 November mendatang.
"Hari Kamis tanggal 24, jam 10.00 WIB. Acara mendengarkan masukan-masukan DIM dari fraksi-fraksi. Terkait dengan draf usulan pemerintah yang sudah disosialisasikan," ujar Adies lewat pesan singkat, Senin (21/11).
Adapun pada rapat bersama Kemenkumham pada 3 dan 9 November 2022, masih terdapat sejumlah isu krusial yang harus dikaji pemerintah dan Komisi III. Beberapa di antaranya adalah Living law yang berpotensi melanggar asas legalitas dalam hukum pidana atau nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli.
"Pasal-pasal terkait demokrasi dan kebebasan berpendapat yang harus dibatasi pengertiannya. (Seperti) makar, penyerangan kehormatan harkat martabat presiden/wapres, penghinaan lembaga negara, penghinaan kekuasan umum," ujar anggota Komisi III Taufik Basari.
Selanjutnya adalah contempt of court terkait publikasi persidangan dan rekayasa kasus sebagai usulan baru yang belum ada di draf RKUHP. Lalu, pidana terkait narkotika yang harus disesuaikan dengan rencana kebijakan narkotika baru dalam RUU Narkotika.
Kemudian, pidana lingkungan hidup yang harus menyesuaikan administrasi dalam hukum lingkungan dan pemenuhan asas non-diskriminasi bagi penyandang disabilitas dan penyesuaian nomenklatur. Terakhir, kohabitasi yang menjadi over kriminalisasi karena bukan menjadi ranah negara untui menjadikannya sebagai pidana.