REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening dan Aloysius Renwarin menanggapi soal panggilan KPK terhadap mereka. Menurut Roy, pemanggilan dirinya dan Aloysius sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana gratifikasi yang menyeret nama kliennya tidak tepat. Sebab, mereka tidak mengetahui peristiwa itu.
"Saat kejadian, kami berada di tempat lain, kami tegaskan bahwa kami, sama sekali tidak mengetahuinya, mendengarnya, melihatnya dan mengalaminya. Sehingga tidak tepat jikalau penyidik KPK memanggil kami untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara a quo,” kata Roy dalam siaran persnya diterima di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Roy menjelaskan bahwa seseorang dapat dimintai keterangan sebagai saksi terhadap perkara yang didengar, dilihat dan dialaminya sendiri. Hal tersebut juga sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 26 KUHAP.
Selain itu, Roy juga mempertanyakan pemanggilan dirinya dan Aloysius sebagai saksi dalam kasus yang menjerat kliennya itu. Ia mengatakan, sebagai advokat yang menangani kasus hukum Gubernur Papua, pihaknya mempunyai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan kliennya.
Hal tersebut, lanjut dia, tertera secara tegas dalam Pasal 19 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Ketentuan ini, kata Roy, dipertegas dalam Pasal 4 huruf (h) Kode Etik Advokat Indonesia.
“Jadi berdasarkan ketentuan tersebut, kewajiban menjaga kerahasiaan tersebut, bahkan diperluas, bukan hanya rahasia klien yang masih ditangani saja, namun terhadap bekas klienpun, advokat wajib merahasiakan informasi terkait kasus kliennya tersebut,” jelas Roy.
Roy menilai, berdasarkan peraturan itu, advokat berhak untuk tidak memberikan
keterangan atau kesaksian kepada polisi, kejaksaan atau pengadilan terkait dengan kerahasiaan kliennya.
“Sehingga jelas advokat tidak bisa dihukum, jika menyembunyikan informasi rahasia menyangkut kasus kliennya, justru advokat wajib melindungi rahasia kliennya itu,” tegas Roy.
Oleh karena itu, Roy mengeklaim bahwa pihaknya telah mengirimkan surat kepada KPK untuk mengklarifikasi soal pemanggilan dirinya dan Aloysius sebagai saksi dalam kasus Lukas. Ia menyebut, surat itu pun sudah diterima lembaga antirasuah pada Kamis (17/11/2022) kemarin.
Selain meminta klarifikasi pada KPK, keduanya juga mengadu ke Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Mereka meminta perlindungan dan petunjuk terkait pemanggilan oleh penyidik KPK dalam mengusut kasus dugaan rasuah yang menjerat Lukas.
Untuk pemanggilan yang telah dijadwalkan, Roy dan Aloysius menolak untuk memberikan keterangan sebelum ada ketetapan dari Peradi tentang perlu tidaknya mereka memberikan keterangan sebagai saksi. Sebab, keduanya menegaskan bahwa selalu bekerja dengan sesuai kode etik.
"Semua bentuk pendampingan dan advokasi hukum terhadap klien kami semata-mata menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia dan sesuai standar profesi yang dijamin undang-undang dan kode etik," tegas Roy.
Seperti diketahui, KPK memanggil pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, kemarin. Namun, dia mangkir dari pemeriksaan terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua tersebut.
"Informasi yang kami terima, tidak hadir," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Selain Aloysius, seorang sopir bernama Darwis yang juga semestinya diperiksa, tak memenuhi panggilan penyidik kemarin. KPK pun akan memanggil ulang keduanya.