REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Penny Lukito tak bosan menyampaikan ancaman penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar bisa dikenakan pada produsen obat yang nakal. Diketahui, dari perluasan sampling dan pengujian 102 obat yang ditemukan di rumah pasien gangguan ginjal akut pada anak (GGPA), ditemukan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop yang diproduksi tiga perusahaan farmasi swasta Indonesia.
Tiga perusahaan itu yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma. Ketiga perusahaan itu terancam terjerat Undang-Undang nomor 36/2009 tentang kesehatan, pasal 196, pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Penny menekankan dengan adanya temuan ini, diduga telah terjadi tindak pidana yang dilakukan dua produsen tersebut. Pertama, produsen telah memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan khasiat, keamanan dan mutu sebagaimana Undang-Undang nomor 36/2009 tentang kesehatan, pasal 196, pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.
Para produsen juga diduga memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 2 miliar. "Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, akan ada ancaman pasal lain," tegas Penny dalam Konferensi Pers secara daring yang disiarkan YouTube BPOM RI, Senin (31/10/2022).
Hadir dalam kesempatan yang sama, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Pipit Rismanto mengatakan dengan adanya pasien yang meninggal dunia, Polri turut bertanggung jawab untuk mengusut tuntas kasus ini. Polri, sambung Pipit, ingin mengetahui
lebih dalam apakah ada kesengajaan serta kelalaian yang menyebabkan pasien meninggal dunia.
"Untuk itu kami Polri perlu untuk mengumpulkan semua sampel baik terkait obat, kami tetap butuh kerja sama dengan tim investigasi tim BPOM RI. Kami berusaha juga mengumpulkan sampel dengan bekerjasama dengan Kemkes. Tentunya karena ini ada tupoksi BPOM, maka perlu mendalami masalah ini secara komphrensif dan penegakan hukum multi door system. Kami juga akan kumpulkan sampel (obat sirop, Red) bekas dipakai pasien," ujarnya.