REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Penny Lukito tak bosan mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur dengan harga murah saat membeli obat. Ia pun meminta warga berhati-hati saat membeli obat secara daring.
"Masyarakat harap beli obat di jalur formal seperti apotek, jangan beli di online kecuali yang memang sudah terdaftar (telemedisin)," ujar Penny dalam Konferensi Pers secara daring yang disiarkan Youtube BPOM RI, Senin (31/10).
"Untuk obat bebas juga hati-hati, karena seperti Unibebi diperjual belikan online, jadi beli obat jangan berdasarkan harga saja, harus yang sesuai platform," sambungnya.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar selalu mencatat obat saat mengonsumsinya. Hal ini dilakukan agar bila terjadi kejadian yang tidak diinginkan seperti keracunan dan hal lainnya bisa segera dilaporkan.
"Dicatat agar saat ada sakit segera lapor ke BPOM RI supaya cepat dilakukan penarikan dan penyegelan obat yang ada keterkaitan," terangnya.
Diketahui, dari perluasan sampling dan pengujian 102 obat yang ditemukan di rumah pasien gangguan ginjal akut pada anak (GGPA), ditemukan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop yang diproduksi tiga perusahaan farmasi swasta Indonesia. Tiga perusahaan itu yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma.
"Dari perluasan sampling dan pengujian ditemukan produk sirup obat yang mengandung EG dari 102 obat yang dilaporkan Kemenkes, kita mendapatkan dua di antaranya yang tidak memenuhi ketentuan yaitu PT Universal dan PT Afi Pharma. Sehingga ada kemungkinan untuk tindak pidana. PT Afi Pharma ini produk paracetamolnya," kata Penny.
Penny mengatakan, diduga para produsen obat tersebut, mengganti bahan baku tanpa melapor terlebih dahulu kepada BPOM. Hal itu berkaitan dengan cemaran EG dan DEG yang diduga memicu kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak yang merebak sejak Agustus 2022.