REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, drg R Vensya Sitohang mengungkapkan, masih banyak kasus pemasungan di Indonesia. Pada tri wulan kedua tahun 2022, sebanyak 4.304 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Indonesia hidup dengan cara dipasung oleh keluarga dan kerabatnya.
"Untuk pasung di Indonesia angka cukup tinggi, sebanyak 4.304 jiwa pada triwulan kedua 2022," kata dia di Jakarta, Rabu (5/10/2022). Pernyataan Vensya berkaitan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang diperingati pada tanggal 10 Oktober 2022.
Vensya mengungkapkan, masih ada stigma di masyarakat khususnya kepada para penderita skizofrenia yang menganggap meresahkan masyarakat. Akhirnya, sebagian besar kerabat atau keluarga lebih memilih melakukan pemasungan dibanding membawa pasien ke fasilitas kesehatan.
Bahkan, seringkali juga terjadi pemasungan ulang yang dialami para ODGJ. Awalnya, para pasien ODGJ dibawa ke fasilitas kesehatan, setelah kondisi membaik karena rutin meminum obat dan terapi rutin, pasien dianggap sudah sembuh.
"Padahal pengobatan dan terapi harus berkelanjutan. Bila putus obat akan terjadi lagi pasung berulang (karena kembali lagi pasien melukai diri atau orang lain)," kata Vensya.
Menurut dia, pemasungan itu adalah masalah sosial. Bukan karena dia ODGJ dipasung, tetapi banyak faktor lain. "Sehingga muncul pertanyaan kenapa tidak diantar ke Puskesmas dan diawasi minum obatnya, mungkin karena anggota keluarga tidak ada yang dedicated," sambungnya.
Vensya mengatakan, edukasi berkelanjutan mengenai ODGJ dari Puskesmas, kader di kelurahan hingga tingkat RT dan RW sangatlah diperlukan untuk para keluarga dan kerabat. Diharapkan, pemasungan tidak lagi terjadi dan keluarga pun mendampingi pasien ODGJ dengan membawanya ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang semestinya.
Berdasarkan data Kemenkes, total kasus pasung pada tahun 2019 sebanyak 4.989 orang. Kemudian di tahun 2020 naik menjadi 6.452 orang. Sempat turun di tahun 2021 sebanyak 3.223 orang. Namun menurut Vensya, penurunan angka tersebut lantaran surveilans yang berkurang karena kondisi pandemi Covid-19.
"Pendataan jadi berkurang karena sebagian besar fokus ke Covid-19 karena pada triwulan kedua angkanya kembali naik lagi menjadi 4.304 jiwa," kata dia.