REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah kejadian tanah longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat, lebih tinggi atau lebih sering dibandingkan kejadian banjir. Hal tersebut tampak dari kejadian historis selama 10 tahun terakhir.
Dalam periode tersebut, telah terjadi 283 kejadian bencana di Kabupaten Garut. Namun tercatat kejadian tanah longsor sebanyak 116 kali kejadian, dibandingkan banjir 81 kejadian.
"Di Garut ini, tanah longsor itu bisa terjadi tanpa diiringi banjir atau tanpa diawali oleh banjir. Kalau saat ini yang tanggal 22 September ini terjadi bersamaan banjir," kata Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing di Jakarta, Selasa (27/9/2022) malam.
Hal itu karena secara topografi, Kabupaten Garut merupakan kawasan perbukitan gembur. Dari analisis BNPB, cukup banyak titik di tengah badan sungai di wilayah tersebut telah mengalami alih fungsi lahan.
Secara distribusi kejadian bencana, banjir di Kabupaten Garut akan dominan terjadi di awal tahun, meskipun di akhir tahun telah memasuki musim hujan. Akan tetapi, kejadian tanah longsor dominan terjadi pada periode Januari-Mei dan September-Desember.
Berdasarkan peta kejadian tanah longsor, hampir seluruh Kabupaten Garut berisiko potensi longsor. Abdul mengatakan, kejadian banjir dan tanah longsor pada 22 September 2022 tercatat curah hujan cukup signifikan, yakni 200 mm.
Esok harinya, curah hujan meningkat bahkan sampai 500 mm. "Ekosistemnya mungkin sudah tidak optimal, ditambah dengan curah hujan yang sangat tinggi. Ini yang Kombinasi yang mengakibatkan banjir cukup signifikan di enam kecamatan dan beberapa desa di Kabupaten Garut, tetapi mudah-mudahan ini bisa tertanggulangi," ujar Abdul.
BNPB telah turut menangani kejadian banjir dan tanah longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah daerah sudah mengeluarkan dana dari biaya tidak terduga sebesar Rp1,7 miliar untuk masa tanggap darurat hingga 29 September.