REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani, khawatir imbas kenaikan harga BBM berpotensi memicu gelombang PHK besar-besaran di sektor industri. Netty menjelaskan jika harga BBM naik maka beban operasional perusahaan juga naik. Otomatis produk yang dihasilkan harganya bertambah mahal.
"Jika biaya operasional tinggi, sementara serapan pasar rendah, maka jalan pintasnya ialah PHK untuk mengurangi beban perusahaan" kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/9/2022).
Padahal, Netty menambahkan, daya beli masyarakat sedang melemah akibat imbas kenaikan BBM. Selain itu menurutnya dampak kenaikan BBM ini tidak hanya menyasar perusahaan-perusahaan besar, tapi juga para pelaku UMKM.
"Sekarang banyak pelaku UMKM yang menghadapi dilema. Mau menaikkan harga, nanti pembeli lari. Mau tetap di harga yang sama, tidak menutup pengeluaran. Bukan tidak mungkin jika nanti banyak UMKM yang gulung tikar," ujarnya.
Selain soal PHK, Netty juga menyoroti aspek kesejahteraan pekerja saat menghadapi kenaikan harga BBM. Ketika barang-barang di pasaran naik, tapi tidak diikuti dengan naiknya upah, maka yang terganggu adalah kesejahteraan keluarga di Indonesia.
"Biaya rumah tangga termasuk untuk belanja asupan keluarga mesti terganggu. Apalagi penghitungan UMK untuk 2023 nanti akan menggunakan formula dalam PP Nomor 36 Tahun 2022, di mana tidak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan upah buruh," ujarnya.
Netty meminta pemerintah memikirkan skema penanganan imbas kenaikan BBM dengan sungguh-sungguh, jangan hanya meminta rakyat bersabar dan tidak mengeluh. Diketahui dalam Rapat Paripurna DPR kemarin, Fraksi PKS melakukan aksi walk out untuk menolak kenaikan harga BBM.