REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan perbedaan dari dua hasil autopsi jenazah korban pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Hutabarat (J). Ketua Tim Investigasi Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam mengatakan, perbedaan tersebut, terkait dengan jumlah luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Yakni pada versi autopsi pertama dan hasil ekshumasi.
Anam mengatakan, dari temuan fakta yang Komnas HAM dapatkan, hasil autopsi pertama mayat Brigadir J, terdapat tujuh luka tembakan masuk dan enam luka tembakan keluar. Fakta tersebut, dari hasil rekam bedah forensik yang didapatkan penjelasannya lewat RS Bhayangkara Polri.
Namun pada hasil ekshumasi atau autopsi kedua yang dilakukan tim forensik gabungan, bersama Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) hanya ditemukan lima luka peluru masuk, dan empat luka tembak keluar.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan luar dan autopsi pertama Brigadir J, ditemukan tujuh luka tembak masuk, dan ditemukan enam luka tembak keluar. Sedangkan pada autpsi kedua, ditemukan lima luka tembak masuk, dengan empat luka tembak keluar,” kata Anam saat menjelaskan hasil dan kesimpulan penyelidikan, dan investigasi kasus kematian Brigadir J, di kantor Komnas HAM, di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Namun, perbedaan dua hasil autopsi tersebut, mendapat penjelasan dari tim ahli forensik lainnya. Menurut Anam, kondisi jenazah dari hasil autopsi pertama, masih memungkinkan untuk melihat fakta luka tembak yang terjadi. Akan tetapi, dari hasil autopsi kedua, kondisi jenazah yang mulai membusuk, membuat identifikasi luka pada jenazah semakin sulit.
“Karena memang perubahan ini terkait kondisi jenazah, dan konsekuensi adanya pembalseman, atau formalin,” tegas Anam.
Dua versi hasil autopsi tersebut sama-sama meyakinkan Komnas HAM tentang penyebab kematian Brigadir J. Menurut dia, dari dua hasil autopsi tersebut, menjadi dua tembakan sebagai penyebab kematian. “Yakni luka tembak pada bagian belakang kepala yang menembus sampai ke bagian muka. Dan luka tembak pada bagian dada sisi kanan,” tutur Anam.
Dua versi hasil autopsi tersebut, pun dikatakan Anam, sama-sama meyakinkan tak ada luka lain pada jenazah Brigadir J, selain akibat dari hantaman peluru tajam. “Artinya, menurut hasil autopsi yang pertama, maupun autopsi yang kedua, sama-sama menyimpulkan tidak ada terjadi kekerasan, ataupun penyiksaan,” ujarnya.
Kesimpulan tersebut, membuang spekulasi selama ini, yang meyakini Brigadir J, selain dibunuh dengan tembakan senjata api, juga diduga terjadi praktik penganiyaan sebelum kematiannya. “Tidak terdapat luka lain, seperti sayatan, jeratan, dan luka-luka lain pada jenazah Brigadir J, selain yang diakibatkan oleh tembakan senjata api,” kata Anam.