Selasa 30 Aug 2022 19:23 WIB

Kejagung Rinci Alasan Penghitungan Kerugian Kasus Surya Darmadi Bertambah

Dalam hitungan terbaru Surya Darmadi diduga rugikan negara hingga Rp 104 T.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Indira Rezkisari
Tersangka kasus dugaan korupsi pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi mengenakan rompi tahanan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka kasus dugaan korupsi pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi mengenakan rompi tahanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Angka kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi penguasaan lahan ilegal oleh PT Duta Palma Group milik tersangka Surya Darma bertambah menjadi Rp 104,1 triliun. Penghitungan semula nilai kerugian kerugian tersebut sebesar Rp 78 triliun.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ferbrie Adriansyah mengatakan, angka kerugian negara ratusan triliun itu terdiri dari nilai kerugian keuangan negara dan kerugian perekeonomian negara. “Jadi memang, setelah kita melakukan penghitungan ulang, secara bersama-sama dengan tim dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), ada perubahan nilai kerugian negara yang cukup signifikan dalam kasus ini,” kata Febrie, saat konferensi pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (30/8/2022).

Baca Juga

Kata dia, penghitungan nilai kerugian negara itu dirinci selama Duta Palma Group menguasai puluhan ribu hektare lahan ilegal untuk perkebunan kelapa sawit sepanjang periode 2003-2022.

Febrie menerangkan, jumlah kerugian 104,1 triliun itu terbagi ke dalam dua kategori. Kategori kerugian keuangan negara senilai Rp 4,9 triliun.

Estimasi kerugian keuangan negara ini justru berkurang dari penghitungan awal yang diperkirakan mencapai antara Rp 9 sampai 10 triliun.

Sedangkan kategori kedua sebesar Rp 99,2 triliun adalah penghitungan kerugian perekomian negara. Nilai tersebut bertambah dari sebelumnya sekitar Rp 68 triliun.

Febrie menerangkan, dalam proses penyidikan tim penyidikan di Jampidsus sudah melakukan penyitaan aset-aset berharga milik langsung dari tersangka Surya Darmadi. Termasuk menyita aset-aset yang dikelola oleh Duta Palma Group beserta lima anak perusahaan.

Aset yang disita beragam. “Mulai dari aset dalam bentuk kepemilikan lahan tanah dan bangunan, gedung, rumah, kendaraan, serta sarana transportasi perusahaan, juga sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing,” kata Febrie.

Febrie menjelaskan beberapa aset-aset sudah dalam status sita dan sudah ditakar nilainya. Seperti penyitaan terhadap 40 bidang tanah seluas lebih dari 60 ribu hektare yang tersebar di Jakarta, Riau, Jambi, Kalimantan Barat (Kalbar), dan di Sumatera Utara (Sumut).

Aksi sita juga dilakukan terhadap enam pabrik pengelolaan kelapa sawit milik Duta Palma Group dan anak perusahaannya yang ada di Jambi, Riau, dan Kalbar. Serta enam bangunan berupa gedung yang berada di bilangan Jakarta Selatan (Jaksel) serta di Jakarta Pusat (Jakpus).

Tim penyidikan di Jampidsus, kata Febrie, atas ketetapan pengadilan setempat juga turut menyita tiga unit apartemen di Jaksel serta dua hotel di Bali. Lalu penyitaan terhadap sarana transportasi helikopter.

“Dari rangkaian penyitaan tersebut, sudah dilakukan penaksiran setotal (Rp) 11,7 triliun,” kata Febrie.

Aaset berupa uang yang disita ada dalam bentuk tiga mata uang. Dalam mata uang lokal, tim penyidik menyita isi dalam sejumlah rekening perbankan, yang nilainya mencapai Rp 5,12 triliun. Sedangkan dalam mata uang dolar AS tim penyidik menyita isi di beberapa rekening yang nilainya 11,4 miliar dolar AS. Adapun dalam bentuk dolar Singapura tim penyidik menyita isi rekening di sejumlah bank senilai 646 ribu dolar Singapura.

Baca juga : Kerugian Negara Atas Kasus Surya Darmadi Meningkat Jadi Rp 104,1 Triliun

Selain itu, kata Febrie, tim penyidik juga sudah melakukan sita terhadap aset-aset lainnya. Namun, belum dihitung penaksiran harganya. “Seperti penyitaan empat unit kapal tug boat tongkang, yang berada di Batam dan di Palembang,” kata Febrie.

Febrie memastikan, seluruh aset sitaan yang dirampas dari Duta Palma Group dan Surya Darmadi digunakan untuk menutup pengganti kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dalam kasus dugaan korupsi penguasaan lahan ilegal tersebut.

Deputi Bidang Investigasi BPKP, Agustina Arumsari, menerangkan terkait membesarnya angka kerugian negara dalam kasus Duta Palma Group dan Surya Darmadi lantaran proses penghitungan yang melebar tahunnya. Kata dia, penghitungan tersebut mengharuskan rujukan dari saat Surya Darmadi bersama Duta Palma Group mulai menguasasi lahan ilegal seluas 37 ribu hektare di Indragiri Hulu, Riau, sejak 2003.

“Dan itu, sampai saat kasus ini dalam penyidikan di Kejaksaan Agung (2022),” ujar Agustina, Selasa (30/8/2022).

Sejumlah faktor yang menjadi fokus penghitungan, kata Agustina, mencakup penguasaan lahan serta proses melawan hukum dalam pengurusan izin penguasaan lahan oleh Duta Palma Group. “Karena lahan yang dikuasai oleh tersangka SD (Surya Darmadi) bersama perusahaan-perusahaannya adalah merupakan milik negara, yang di dalamnya ada hak negara,” terang Agustina. 

Baca juga : Kejar Kerugian Negara Rp 78 Triliun, Kejakgung Diminta Gugat Perdata Surya Darmadi

Dalam hasil audit investigasi oleh BPKP, kata Agustina, juga ditemukan sejumlah dugaan perlepasan tanggungjawab dari kerusakan lahan milik negara yang dikuasai oleh Duta Palma Group bersama anak-anak perusahaannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement