Rabu 24 Aug 2022 16:02 WIB

Pemerintah Usulkan 4 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2022

RUU itu, yakni Sisdiknas, Perampasan Aset, Perlindungan Konsumen, dan Paten.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, sejumlah rancangan undang-undang (RUU) dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 sudah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. Karenanya, pemerintah mengusulkan empat RUU lain untuk dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.

Pertama, revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). RUU itu akan diarahkan menjadi undang-undang pengganti dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang mengintegrasikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Baca Juga

"Diharapkan pengintegrasian ketiga UU ini membawa dampak positif pada dunia pendidikan dan memberi kepastian dengan adanya satu acuan yang terintegrasi dalam pengaturan pendidikan di Indonesia," ujar Yasonna dalam rapat evaluasi Prolegnas Prioritas 2022 dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rabu (24/8/2022).

Kedua, RUU tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana. RUU tersebut saat ini berada di nomor urut 142 Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024.

"Sistem dan mekanisme yang berlaku mengenai perampasan aset terkait dengan tindak pidana pada saat ini belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan, sehingga diperlukan pengaturan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel," ujar Yasonna.

Ketiga, revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Revisi tersebut perlu mencakup peran pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti e-commerce dalam penyelesaian sengketa.

Selain belum diakuinya pihak ketiga dalam undang-undang ini, aturan-aturan yang ada saat ini belum selaras dalam hal mekanisme ganti-rugi dan pelaporan.  Karena itu, diperlukan revisi agar konsumen tidak bingung dan sekaligus untuk memperjelas tanggung jawab antara kementerian/lembaga terkait.

"Revisi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendesak dilakukan di tengah populernya kegiatan transaksi keuangan digital oleh masyarakat," ujar Yasonna.

Terakhir, revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Yasonna menjelaskan, perubahan parsial telah dilakukan terhadap UU Paten yang dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022.

"Urgensi perubahan terhadap UU Paten adalah untuk mengikuti perkembangan nasional, mengakomodir kepentingan nasional, mendorong inovasi dan investasi. Serta meningkatkan pelayanan masyarakat, dengan mempercepat prosedur pemeriksaan paten," ujar Yasonna. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement