REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterangan awal Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) diklaim terkait dengan kasus kematian Brigadir J berdasarkan fakta yang disampaikan oleh sumber di tempat kejadian perkara (TKP).
"Kalau Karo (Karopenmas) kan menyampaikan fakta dari sumber yang datang ke TKP, yaitu Karo Provost dan Kapolres," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Menurut Dedi, informasi awal yang disampaikan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Ahmad Ramadhan kepada publik yakni adanya tembak-menembak antaranggota Polri di TKP rumah dinas Irjen Polisi Ferdy Sambo antara Bharada E dan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat berasal dari sumber yang ada di TKP.
Namun, di kemudian hari setelah penyelidikan dan penyidikan oleh Tim Khusus (Timsus) Polri, ditemukan fakta tidak ada tembak-menembak, yang ada adalah penembakan terhadap Brigadir J.
Dengan demikian, kata Dedi, jika ingin diproses etik, sumber yang harus diproses adalah yang memberikan informasi dari TKP. "Jadi, kalau diproses sumbernya bukan Karopenmas. Jadi, Karopenmas mendapatkan informasi dari olah TKP penyidik Polres Metro Jakarta Selatan dan pemeriksaan saksi," kata Dedi.
Jenderal bintang dua itu menegaskan bahwa Humas Polri menyampaikan informasi dari fakta dan data sumber yang kredibel yakni dari Kapolres Jakarta Selatan nonaktif dan penyidik yang melakukan olah TKP awal.
Dalam prosesnya, lanjut dia, Timsus menemukan fakta adanya penghilangan barang bukti, penghalangan, dan membuat skenario. "Ini (pembuat skenario) sudah ditindak karena terbukti lakukan pelanggaran tersebut," ujarnya.
Mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu mengibaratkan informasi awal yang disampaikan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri di awal kejadian tewasnya Brigadir J, seperti sebuah berita sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik.
"Sama hal dengan media kan bila memberitakan dari sumber ternyata di kemudian hari ada yang salah, ya, diluruskan sesuai dengan fakta terakhir, itu kan kaidah-kaidah jurnalistiknya," ujar Dedi.
Sejumlah pihak, termasuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) meminta agar anggota Polri yang menyampaikan keterangan awal tewasnya Brigadir J karena tembak-menembak supaya Inspektorat Khusus (Irsus) memproses yang bersangkutan.
Sebelumnya, pada hari Senin (11/7), Karopenmas Polri Brigjen Polisi Ahmad Ramadhan membenarkan telah terjadi tembak-menembak antaranggota Polri di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Polisi Ferdy Sambo, kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Kejadian itu, kata dia, terjadi pada hari Jumat (8/7) sekitar pukul 17.00 WIB. Tembak-menembak antara Bharada E dan Brigadir J dilatarbelakangi adanya dugaan pelecehan dan penodongan senjata terhadap Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Pada hari Selasa (9/8), Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengumumkan hasil penyelidikan dan penyidikan oleh Timsus Polri terhadap kasus Brigadir J bahwa tidak ada peristiwa tembak-menembak, yang ada hanyalah penembakan terhadap Brigadir J oleh Bharada E yang diperintah oleh Irjen Polisi Ferdy Sambo.
Dalam kasus ini Tim Penyidik Timsus Bareskrim Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Bharada E, Bripka RR, Ferdy Sambo, dan satu tersangka sipil bernama Kuwat.
Keempat tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.