Rabu 10 Aug 2022 08:29 WIB

NFA-BMKG Integrasikan Data Antisipasi Ketahanan Pangan

Integrasi data pangan dan cuaca diklaim memperkuat ekosistem pangan nasional.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus raharjo
Awan hitam menyelimuti langit di kawasan Kelurahan Duyu, Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (31/7/2022). (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Awan hitam menyelimuti langit di kawasan Kelurahan Duyu, Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (31/7/2022). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) berkolaborasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memitigasi dampak perubahan iklim terhadap stabilitas dan ketersediaan pangan nasional. Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menuturkan, pihaknya telah menyiapkan program sinergi ini untuk meminimalisir dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan nasional.

Diantaranya penyediaan data prakiraan cuaca, curah hujan, risiko bencana, dan data dukung lainnya yang diintegrasikan ke dalam website NFA. Data berbasis web ini diharapkan dapat memudahkan akses para stakeholder pangan untuk mengetahui kondisi cuaca, curah hujan, dan risiko bencana yang berpengaruh pada aktivitas budidaya, produksi, dan distribusi pangan.

Baca Juga

Selain itu, Arief juga tengah menyiapkan pembuatan Early Warning System Ketahanan Pangan yang berbasis data prakiraan iklim BMKG. “Dimana data prakiraan Iklim BMKG dapat mengukur curah hujan di seluruh wilayah Indonesia sehingga akan sangat membantu kita mengarahkan aktivitas budidaya dan melakukan mobilisasi stok pangan untuk mencegah kerawanan pangan di suatu daerah,” tuturnya saat Rakornas BMKG 2022, di Jakarta, Selasa (09/08/2022).

Arief menambahkan, NFA dan BMKG telah bersepakat untuk melakukan integrasi data peta pangan dengan peta klimatologi dan cuaca yang dimiliki BMKG. Integrasi data pangan dan cuaca diklaim memperkuat ekosistem pangan nasional.

"Dengan dukungan data iklim dan cuaca di seluruh wilayah secara real time aktivitas pertanian dapat berjalan lebih efektif serta meminimalisir kerugian usaha yang dijalankan para petani, peternak, dan nelayan,” ujarnya.

Disamping penguatan dan integrasi data, inovasi dalam aspek operasional juga menjadi hal yang harus dilakukan. Salah satunya melalui penerapan smart farming untuk mendorong peningkatan produksi.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, saat ini fenomena iklim semakin sulit diprediksi. Sehingga peran teknologi dan data analisis menjadi sangat krusial. Mengintegrasikan data iklim dan cuaca dengan data pangan secara presisi dapat membantu para petani mengatur masa tanam sehingga diharapkan memicu produktivitas.

"Langkah selanjutnya adalah menerjemahkan hasil data teknis tersebut ke dalam bahasa yang mudah diterima publik khususnya para petani dan nelayan. Terkait hal tersebut, BMKG siap mengedukasi petani dan nelayan agar lebih memahami fenomena cuaca," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement