REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pemerintah mempertimbangkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dosis keempat pada tenaga kesehatan (nakes).
"Kita memang sekarang sudah mempelajari vaksinasi booster kedua (vaksinasi dosis keempat) untuk nakes, karena ada beberapa nakes kita yang kena (tertular Covid-19)," kata Budi usai peluncuran Platform Tunggal Satu Sehat di Hotel Raffles Jakarta, Selasa (26/7/2022).
Ia mengemukakan bahwa pembahasan mengenai rencana pelaksanaan vaksinasi dosis keempat atau vaksinasi penguat kedua pada tenaga kesehatan sudah masuk tahap final.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami akan bisa informasikan ke masyarakat. Nanti kalau Bapak Presiden kembali kami laporkan, kalau dia setuju, langsung kita lakukan," katanya.
Menteri Kesehatan menekankan pentingnya vaksinasi penguat untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi virus corona penyebab Covid-19. Ia mengatakan bahwa saat terserang Covid-19, orang yang belum mendapat vaksinasi 30 kali lebih berisiko menjalani perawatan di rumah sakit dibandingkan dengan orang yang sudah mendapat vaksinasi penguat.
"Orang yang divaksin sekali itu sekitar 20 kali lipat risiko masuk rumah sakit. Orang yang divaksin dua kali, dia 10 kali lipat dari yang sudah booster (dapat vaksinasi penguat). Jadi kalau menurut saya, kenapa sih enggak ambil booster (vaksinasi penguat), karena kan sudah gratis," ujarnya.
Ketika dimintai keterangan secara terpisah, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengemukakan bahwa pemberian vaksinasi dosis keempat bagi kelompok berisiko merupakan langkah yang tepat.
"Kelompok berisiko tinggi misalnya karena komorbid atau lansia, bahkan beberapa penyandang disabilitas," katanya.
Ia mengatakan bahwa vaksinasi Covid-19 dosis keempat penting untuk melindungi para pekerja yang berhubungan langsungdengan masyarakat, utamanya dengan pasien.
"Bukan hanya dokter, perawat, dan penunjangnya, termasuk juga sopir ambulans," katanya.
Menurut Dicky, para guru dan petugas pelayanan di pintu-pintu masuk negara seperti bandara dan pelabuhan juga termasuk dalam kelompok berisiko.
"Juga dari sisi kondisi yang selama ini termarjinalkan karena kondisi sosial ekonomi. Itu yang harus juga diutamakan," katanya.