Rabu 13 Jul 2022 14:14 WIB

LPSK Beri Pemulihan Psikologis kepada Korban Kasus Pencabulan di Jombang

LPSK telah menerima laporan dari korban sejak Desember 2019.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias menyatakan pihaknya memberikan pendampingan psikologis kepada korban kasus pencabulan di Jombang. (ilustrasi)
Foto: Riza Wahyu Pratama/Republika
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias menyatakan pihaknya memberikan pendampingan psikologis kepada korban kasus pencabulan di Jombang. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menaruh perhatian terhadap upaya pemulihan korban kekerasan seksual di Pondok Pesantren (Ponpes) Maj’amal Bahrain Shiddiqiyah, Jombang. Salah satunya melakukan pemulihan psikologis terhadap para korban. 

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengungkapkan lembaganya telah menerima permohonan perlindungan para korban kasus Jombang sejak Desember 2019. Kemudian LPSK ambil langkah melindungi korban sejak Januari 2020 silam. 

Baca Juga

LPSK juga memberikan perlindungan kepada sejumlah saksi penting. Tujuannya agar peristiwa tersebut dapat terungkap secara terang benderang. 

"Perlindungan yang diberikan berupa perlindungan fisik, perlindungan hukum pendampingan pada setiap pemeriksaan, dan yang lebih utama pemberian bantuan medis dan psikologis untuk korban," kata Susi di Jakarta, Rabu (13/7/2022). 

Susi menjelaskan pemulihan psikologis merupakan prosedur yang wajib diberikan pada korban kekerasan seksual. LPSK turut melakukan hal serupa kepada korban Herry Wirawan di Bandung dan korban JE di Malang. 

"Trauma healing atau kami menyebutnya dengan bantuan psikologis sudah pasti menjadi program yang kami berikan kepada korban kasus kekerasan seksual," ujar Susi. 

Susi memastikan penanganan kasus kekerasan seksual dilakukan dalam kerangka upaya memprioritaskan pemulihan korban. Ia menegaskan penanganan kasus kekerasan seksual yang selama ini dilakukan oleh LPSK selalu berorientasi pada korban. Sebab mereka merupakan pihak paling terdampak akibat peristiwa yang terjadi. 

"Oleh karena itu, prioritas penanganan kasus kekerasan seksual adalah pemulihan bagi korban yang sesuai dengan kebutuhan, keamanan, dan kenyamanannya," ucap Susi. 

Selain itu, LPSK telah memfasilitasi penghitungan ganti rugi atau restitusi) untuk korban kasus kekerasan seksual baik perempuan dan anak. 

"Kesadaran aparat hukum untuk memasukan restitusi ke dalam tuntutan di pengadilan sudah cukup tinggi," lanjut Susi. 

Ke depannya, Susi mendesak yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pengawasan ketat terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki potensi terjadinya peristiwa serupa. Susi berharap pemerintah tindak ragu memberikan sanksi tegas kepada lembaga pendidikan yang lalai dan memberi ruang terjadinya kasus kekerasan seksual.

"Jangan sampai ada korban lagi," sebut Susi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement