REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Migrant Care mendorong kolaborasi semua pihak untuk memperkuat upaya pencegahan terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan banyak pekerja migran Indonesia (PMI) turut menjadi korban dalam tindak pidana tersebut. TPPO merupakan isu dengan interseksionalitas tinggi mulai dari HAM, hukum, perempuan, ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, dalam DPR, isu TPPO dapat dikaitkan dengan Komisi I karena TPPO merupakan kejahatan lintas negara, Komisi III yang mengurus HAM dan keamanan, Komisi VIII dalam lingkup sosial serta Komisi IX yang mengurus ketenagakerjaan. Menurutnya dalam audiensi yang dipantau virtual itu, dalam Laporan Tahunan Perdagangan Orang 2021 yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat memperlihatkan Indonesia berada di dalam tingkat, 2 yaitu negara yang menaruh perhatian terkait isu TPPO tetapi perlu langkah lebih lanjut untuk memastikan implementasi regulasi dan penegakan hukum.
"Sehingga masih terus banyak kasus TPPO karena peran pencegahannya juga masih jalan sendiri-sendiri. Sehingga ini yang saya kira perlu diperkuat ke depan," ujar Anis Dalam audiensi dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (5/7/2022).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dia juga mendorong agar isu TPPO masuk dalam kurikulum sekolah karena banyak korban perdagangan orang yang masih berusia sekolah. "Sehingga penting memang nanti diintegrasikan lewat kurikulum pendidikan sekolah baik formal maupun non-formal," jelasnya.
Dia juga mendorong agar penempatan tenaga kerja Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai mekanisme seperti skema penempatan kerja sama antarnegara (government to government/G to G), antarswasta (private to private/P to P) atau pemerintah dengan swasta (government to private/G to P). Hal itu dilakukan sebagai salah satu langkah untuk mencegah penempatan tidak sesuai prosedur yang dapat menjadi TPPO.