Selasa 24 May 2022 14:14 WIB

Penasihat Hukum Kolonel Priyanto Pertanyakan Hasil Visum Korban

Perbedaan keterangan dinilai membuat ketidakkonsistenan kapan Handi meninggal.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Terdakwa kasus meninggalnya dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto (kiri) saat memberikan tanggapannya dalam sidang lanjutan yang menghadirkan saksi ahli forensik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Terdakwa kasus meninggalnya dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto (kiri) saat memberikan tanggapannya dalam sidang lanjutan yang menghadirkan saksi ahli forensik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Kolonel Infanteri Priyanto, terdakwa kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg, Lettu Chk Feri Arsandi menilai ada perbedaan keterangan saksi ahli forensik yang tertuang dalam uraian replik dan tuntutan Oditur Militer Tinggi II Jakarta. Hal ini disampaikan saat sidang lanjutan dengan agenda pembacaan duplik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Feri mengutip kembali replik Oditur Militer yang menguraikan hasil forensik terhadap jenazah korban Handi Saputra. Pemeriksaan forensik itu dilakukan saksi ahli, yakni dr Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat pada 13 Desember 2021 di RSUD Margono, Purwokerto, Jawa Tengah.

Baca Juga

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap jasad Handi, ditemukan sejumlah fakta. Antara lain, saat tenggorokan dibuka, pada bagian dada tampak sedikit pasir halus yang menempel di dinding rongga tenggorokan.

Setelah rongga dada dibuka, lanjutnya, tampak cairan merah kehitaman di dalam rongga dada kiri dan kanan. Lalu, paru-paru tampak mengalami pembusukan lanjut dan terdapat pasir halus di dalamnya. Kondisi ini menunjukkan Handi dalam kondisi tak sadarkan diri saat dibuang ke sungai hingga akhirnya meninggal.

"Hal tersebut membuktikan bahwa Saudara Handi Saputra masih dalam keadaan hidup pada saat dibuang di Kali Tajung 3 Banyumas dan meninggal akibat tenggelam dalam keaadaan tidak sadar," kata Feri saat membacakan duplik.

"Uraian Oditur Militer ini tertuang dalam replik sangat berbeda dengan uraian Oditur Militer dalam tuntutannya, yaitu dalam keterangan saksi 22 dr Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat," tambahnya.

Feri menuturkan, dalam tuntutan Oditur Militer, dr Zaenuri menyampaikan waktu kematian Handi sulit ditentukan. Sebab, kondisi korban telah mengalami pembusukan lanjut dan ditemukan belatung di sekitar puting susu, lipatan leher, telinga serta liang mulut dengan panjang sekitar 1,2 sentimeter.

"Dari keterangan saksi 22 ini menyebutkan bahwa kematian korban Mr X berjenis kelamin laki-laki sulit ditentukan. Artinya bahwa saksi 22 tidak bisa menyimpulian kapan korban Mr X berjenis kelamin laki-laki meninggal apakah saat terjadi laka lalin atau saat dibuang ke kali," jelas Feri.

Sementara itu, sambung dia, dalam uraian replik Oditur Militer menyampaikan,  Handi meninggal karena tenggelam dalam keadaan tidak sadar. "Dari perbedaan keterangan ini mengenai penentuan kematian korban atas nama Saudara Handi Saputra dapat disimpulkan terdapat keragu-raguan atau tidak konsistenan saksi 22," tutur dia.

Feri menyebut, karena terdapat keterangan dr Zaenuri yang berbeda di dalam berkas tuntutan dan replik, maka timbul pertanyaan mengenai hasil temuan visum yang mengungkapkan adanya sedikit pasir halus yang menempel di dinding rongga tenggorokan korban.

"Apakah pasir halus tersebut masuk ke rongga saat korban tertabrak mobil yang dikemudikan saksi 2 (Kopda Andreas Dwi Atmoko) sehingga korban jatuh ke jalan dan menghirup debu dan pasir halus di jalan. Karena memang terlihat saat olah TKP kondisi jalan raya tempat terjadinya laka lalin ada debu dan pasir halus," ungkap Feri.

Untuk diketahui, kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi dan Salsa di Nagreg, Jawa Barat pada awal Desember 2021 lalu.

Setelah terlibat kecelakaan itu, mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, tetapi justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi sudah meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement