REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang bersedia bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan syarat menjadi capres wujud kesombongan. Ia mengatakan, perolehan suara PKB masih di bawah Golkar pada Pemilu 2019.
"Perolehan kursi PKB pada Pileg 2019 dibawah Golkar. Tentu logika politiknya Golkar yang lebih berhak mengusung capres dari Golkar," katanya pada Selasa (24/5/2022).
Kemudian, ia melanjutkan berbeda halnya bila koalisinya hanya PKB, PPP dan PAN maka PKB berhak mengajukan capres. Sebab, perolehan kursi DPR dari tiga partai itu PKB yang paling banyak.
Kedua, elektabilitas Cak Imin yang sangat rendah, membuat peluangnya hampir tertutup untuk diusung menjadi capres. Bahkan, elektabilitasnya lebih rendah dari Airlangga Hartarto.
Karena itu, dilihat dari perolehan kursi PKB dan rendahnya elektabilitas Cak Imin, maka syarat yang diajukannya untuk bergabung KIB sangat tidak realistis. "Cak Imin terkesan sosok yang tidak tahu diri dengan beraninya mengajukan persyaratan tersebut. Kalau Cak Imin tetap mempersyaratkan hal itu dalam berkoalisi, maka dipastikan tidak akan ada partai yang mau berkoalisi dengan PKB. Cak Imin seharusnya menyadari hal itu, termasuk ketidaklayakannya menjadi capres," kata dia.
Sebelumnya diketahui, ketiga partai di KIB membuka pintu bagi PKB untuk bergabung. Akan tetapi, mereka belum membahas mengenai figur untuk capres. Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPP, Achmad Baidowi, menyarankan Cak Imin tak terburu-buru berambisi menjadi capres dari KIB jika ingin bergabung.
Sebab, perlu ada pembahasan yang lebih intens di antara para pimpinan partai. “Kalau bergabung saja sudah minta syarat macam-macam, yah memang susah,” ujar Baidowi pada Senin (23/5/2022).