REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan sekaligus Direktur Utama RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, dr. Mohammad Syahril mengingatkan, kepada para tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) baik klinik, puskesmas, maupun rumah sakit untuk tidak terlambat menangani pasien bergejala hepatitis akut. Bila ada pasien anak yang datang ke fasyankes dengan keluhan diare, muntah, mual, maka para tenaga kesehatan harus melakukan penanganan sesuai instruksi yang telah dibuat oleh Kemenkes RI.
"Jadi kalau ada masyarakat yang dibawa, klinik puskesmas liat tanda begitu jangan lama-lama lagi. Jangan lagi 'Ibu habisin dulu obatnya baru ke sini lagi' , jangan begitu," kata dia saat dikonfirmasi, Senin (16/5).
Ia juga meminta fasyankes tidak menahan pasien bila tidak memiliki dokter spesialis penyakit dalam yang mampu menangani pasien. Bila ditemukan gejala diduga hepatitis akut, maka harus segera merujuk ke rumah sakit lebih besar.
"Dan sekali lagi buat fasilitas pelayanan kesehatan kalau memang di daerah mampu menangani silakan. Tapi kalau tidak ada dokter spesialisnya penyakit dalam, segera saja dirujuk jangan ditahan-tahan lagi," tegasnya.
Ia juga meminta, agar masyarakat terutama orangtua untuk lebih peduli terhadap kesehatan anak. Terlebih jika anak telah menunjukkan tanda-tanda yang mengarah ke hepatitis akut. "Disinilah perlunya masyarakat khususnya orang tua yang punya anak-anak harus tahu tahapan ini. Jangan sampai setelah kuning, panik baru bawa ke rumah sakit. Jadi gejala awal mual-mual, muntah, diare ini yang harus diwaspadai dengan cepat, karena penyebarannyan ini cepat sekali," tegasnya lagi.
Hal senada disampaikan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban. Ia mengimbau semua orang tua untuk segera pergi membawa ke fasyankes bila anak menunjukkan gejala-gejala dari hepatitis akut.
“Sebetulnya sakit apapun itu, orang tua harus waspada. Jangan-jangan ini penyakit yang serius, jadi harus segera membawa (anak) ke dokter,” kata Zubairi.
Zubairi mengingatkan agar setiap orang tua lebih peka dan cermat saat melihat gejala yang diderita oleh seorang anak. Khususnya pada anak di bawah usia enam dan di bawah usia 10 tahun.
Pasalnya, hepatitis akut adalah penyakit baru yang harus dipelajari lebih mendalam. Untuk deteksi dini, orangtua harus waspada bila anak terkena diare, mengalami sakit perut, mata bewarna kuning, air kencing menjadi cokelat dan fases bewarna pucat.
"Itu harus segera ke rumah sakit atau rujukan rumah sakit yang paling lengkap yang ada di sekitar tempat tinggalnya agar bisa ditangani dengan cepat, karena tata laksana yang tepat menjadi sangat penting,” tegas Zubairi.
Ia pun memberikan gambaran kasus di tingkat global, saat ini total kasus di dunia telah mencapai 450 anak. Hingga kin, adenovirus masih menjadi tersangka utamanya. "Lebih dari setengah pasien positif adenovirus (CDC). Dokter direkomendasikan mempertimbangkan uji adenovirus kepada pasien. Termasuk sampel darah, pernapasan, tinja," ujarnya.
Di Indonesia sendiri, sebanyak tujuh kasus kematian sudah diumumkan oleh Kementerian Kesehatan. Dengan adanya kasus kematian yang ditemukan, maka penyakit hepatitis akut tidak boleh sama sekali disepelekan dan setiap pihak harus terus waspada juga mengikuti perkembangan dari penyakit misterius tersebut.
“Jadi memang potensial dan berbahaya. Di Amerika juga sudah ada lima meninggal, di kita ada tujuh anak yang meninggal, jadi ini memang bisa membahayakan jiwa sekali,” tegasnya lagi.