Rabu 20 Apr 2022 19:01 WIB

Ada 88 Perusahaan CPO Didalami Kejagung Terkait Kasus Minyak Goreng

Kejagung menyatakan kemungkinan adanya tersangka baru.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indasari Wisnu Wardhana (kiri) mengenakan baju tahanan usai ditetapkan menjadi tersangka dugaan kasus ekspor minyak goreng di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (19/4/2022). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dugaan permufakatan antara pemohon dengan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA, General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan, Tumanggor.
Foto: ANTARA/Puspen Kejagung
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indasari Wisnu Wardhana (kiri) mengenakan baju tahanan usai ditetapkan menjadi tersangka dugaan kasus ekspor minyak goreng di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (19/4/2022). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dugaan permufakatan antara pemohon dengan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA, General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan, Tumanggor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan, tim penyidikannya menginventarisasi sedikitnya 88 perusahaan crude palm oil (CPO) dan turunannya yang menerima persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Menurut Febrie, tim penyidikannya akan mendalami proses penerbitan perizinan ekspor untuk perusahaan-perusahaan produsen minyak kelapa sawit dan turunannya itu.

Febrie menegaskan, proses pendalaman tersebut, untuk memastikan apakah potensi tersangka lain dari yang sudah ditetapkan. Kejaksaan Agung (Kejakgung) juga bakal merencanakan untuk menjerat perusahaan-perusahaan penerima PE CPO dan turunannya itu dari Kemendag, jika ditemukan adanya perbuatan melawan hukum.

Baca Juga

“Ada 88 perusahaan yang kita dalami semuanya. Benar nggak itu penerbitan PE-nya. Apakah sudah memenuhi DMO (kewajiban pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri). Kalau nggak, bisa kita ada tersangka lagi,” kata Febrie, saat ditemui Republika, di Kejakgung, Rabu (20/4/2022).

Febrie mengaku sulit percaya perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng tersebut, mendapatkan PE dari Kemendag, tanpa ada celah suap, dan gratifikasi. Karena dari penyidikan berjalan, dikatakan Febrie, beberapa produsen CPO dan turunnya, terbukti tak memenuhi kewajiban DMO, dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO) yang menjadi syarat penerbitan PE.

“Apa iya, itu gratis (tanpa suap, dan gratifikasi). Nggaklah. Jadi, yang pasti, siapapun yang terkait, akan kita periksa. Dan jika nantinya ada alat bukti pelanggaran, kita tidak ragu,” tegas Febrie.

Sementara ini, tim penyidikan di Jampidsus-Kejakgung, sudah menetapkan empat orang tersangka terkait dugaan korupsi penerbitan PE CPO dan turunannya itu. Salah satu tersangka, adalah Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), ditetapkan sebagai pesakitan selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri pada Kementerian Perdangan (Kemendag). 

Tiga tersangka lainnya, adalah pihak swasta. Yakni, Stanley MA (SMA) yang ditetapkan tersangka selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). Master Parulian Tumanggor (MPT), ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI). Dan Pierre Togar Sitanggang (PTS), yang ditetapkan tersangka selaku General Manager di Bagian General Affair pada PT Musim Mas.

 

 

Penetapan tersangka tersebut, dikatakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Selasa (19/4/2022) bagian dari penyidikan dugaan praktik mafia minyak goreng, yang menyebabkan kelangkaan, dan pelambungan harga tinggi di masyarakat baru-baru ini.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi menjelaskan, konstruksi besar dugaan korupsi PE CPO dan turunanya di Kemendag itu, berawal dari aturan pemerintah, terkait dengan 20 persen DMO, dan ketentuan DPO atas komoditas CPO dan turunannya, minyak goreng. Aturan tersebut, syarat mutlak bagi para produsen CPO, dan turunannya, untuk mendapatkan PE CPO dan turunannya ke luar negeri.

Akan tetapi, dikatakan Supardi, dari penyidikan terungkap, adanya semacam persekongkolan, menganulir aturan DMO, dan DPO itu oleh perusahaan-perusahaan para tersangka, sejak Januari 2021, sampai Maret 2022. Dikatakan Supardi, tersangka IWW, sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kemendag, yang memegang kendali penerbitan PE, dituding berkomunikasi intens, dengan tersangka MPT, SMA, dan PTS, agar perusahaan-perusahaan mereka, yang melanggar ketentuan DMO dan DPO mendapatkan PE CPO dan turunannya. 

Hal tersebut, yang diyakini kejaksaan, menjadi salah satu penyebab terjadinya kelangkaan, dan pelambungan harga tinggi komoditas minyak goreng di saentero negeri, yang terjadi sejak akhir 2021 lalu. Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut, dengan sepihak melepas hasil produksinya ke luar negeri, untuk mencari keuntungan sendiri, tanpa ada kewajiban memenuhi kebutuhan di dalam negeri yang menjadi syarat penerbitan izin ekspor.

“Tersangka IWW, berkomunikasi dengan intens bersama-sama tersangka MPT, SMA, dan PTS terkait dengan permohonan PE CPO dan turunannya, minyak goreng itu. Tersangka IWW, sebagai pejabat eselon satu (di Kemendag) menerbitkan dengan cara melawan hukum persetujuan ekspor (PE) terkait komoditas CPO, dan produk turunanya kepada Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Indonesia-Asahan, dan PT Musim Mas yang tidak memenuhi syarat DMO, dan DPO itu,” begitu kata Supardi melanjutkan.

Dalam permohonan, dan penerbitan PE untuk perusahaan-perusahaan CPO dan turunannya itu, kata Supardi mengaskan, dibaluti dengan dugaan adanya pemberian, maupun penerimaan sesuatu, atau janji dari pihak swasta kepada penyelenggara negara. “Jadi yang diyakini sebagai suap, dan gratifikasi itu kita yakini sementara ini sebagai modus. Dan itu kita dalami, apakah pasal-pasal suap, dan gratifikasi itu, dapat juga kita buktikan nantinya,” ujar Supardi.

Namun ia optimistis, penjeratan dengan Pasal 2, dan Pasal 3 UU Tipikor, sudah lebih dari cukup untuk membuktikan adanya kerugian negara, dan perekonomian negara yang dilakukan para tersangka.

 

photo
Infografis Perjalanan Minyak Goreng dari HET hingga Ikuti Mekanisme Pasar - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement